Minggu, 20 November 2016

“Pengusaha Kena Pajak dan Non Pengusaha Kena Pajak : Tinjauan dari Aspek Akuntansi dan Pajak”







1.1.  Latar Belakang
Pemerintah merupakan roda penggerak pemerintahan yang membutuhkan dana yang cukup banyak untuk pembiayaan pembangunan bangsa, sehingga dapat meningkatkan taraf hidup dan kemakmuran masyarakat Indonesia. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, pemerintah berperan penting dalam mengefektifkan sumber penerimaan Negara yaitu dengan pajak. Pajak merupakan salah satu aset pemasukkan bagi negara dan tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar sumber pembiayaan negara berasal dari sektor pajak. Pajak merupakan kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Penerimaan dari sektor pajak sangat mendukung terlaksananya pembangunan di berbagai sektor sebagai wujud pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Pemahaman akan peraturan perpajakan menjadi sangat penting bagi para wajib pajak agar bisa menghitung kewajiban pajaknya dengan tepat serta mengerti bagaimana melaksanakan hak dan kewajibannya yang terkait dengan pajak. Apalagi dengan sistem self assesment seperti yang diterapkan di Indonesia.
Indonesia merupakan Negara berkembang yang di dalamnya terdapat banyak sekali usaha perdagangan. Dalam kegiatan perdagangan, baik penerimaan ataupun penyerahan barang dan jasa tersebut akan menimbulkan adanya pajak, khususnya Pajak Pertambahan Nilai yang nantinya akan dihitung dan disetorkan ke kas Negara sehingga menjadi salah satu sumber penerimaan untuk Negara. Pajak Pertambahan Nilai merupakan jenis pajak tidak langsung dan bersifat objektif, artinya pajak tersebut disetor oleh pihak lain yang bukan penanggung pajak, atau dengan kata lain penanggung pajak tidak menyetorkan secara langsung pajak yang ia tanggung.
Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi di dalam negeri dan dikenakan tarif 10%. Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas pertambahan nilai dari barang dan jasa yang dihasilkan atau diserahkan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu penerimaan pajak terbesar di Indonesia dikarenakan PPN selalu muncul disetiap transaksi penyerahan dan perolehan BKP dan JKP yang dilakukan oleh PKP yang dikukuhkan. Wajib pajak yang sudah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Sarana yang digunakan untuk melakukan kewajiban ini adalah faktur pajak. Faktur pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan pajak masukan. Oleh karena itu, faktur pajak harus benar baik secara formal maupun secara material supaya dapat dikreditkan, jika 2 tidak diisi sesuai dengan ketentuan dapat mengakibatkan PPN yang tercantum tidak dapat dikreditkan (Resmi, 2007). Permasalahan yang terjadi dalam PPN adalah pengenaan pajak berganda atau pengenaan pajak atas pajak, untuk menghindari permasalah tersebut perlu diterapkannya mekanisme pengkreditan pajak masukan (metode kredit pajak). Untuk melakukan pengkreditan pajak masukan, sarana yang digunakan adalah faktur pajak (Mardiasmo, 2006).
Dasar hukum yang digunakan untuk penerapan Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1983 berikut revisinya, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 1994 berikut revisinya, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2000, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
1.2.  Rumusan Masalah
1)    Apa pengertian Pengusaha Kena Pajak dan Non Pengusaha Kena Pajak?
2)    Apa perbedaan yang berstatus PKP dan Non PKP?
3)    Apa dasar hukum Pengusaha Kena Pajak?
4)    Bagaimana tata cara pelaporan dan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.  Definisi Pengusaha kena pajak dan Non Pengusaha Kena Pajak
Definisi
Pengusaha menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (UU PPN) adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa atau memanfaatkan jasa dari luar pabean.
Daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur mengenai kepabeanan.
Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud. Barang kena pajak adalah barang yang dikenai pajak. Penyerahan barang kena pajak adalah setiap kegiatan penyerahan barang kena pajak.
Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan. Jasa kena pajak adalah jasa yang dikenai pajak. Penyerahan jasa kena pajak adalah setiap kegiatan pemberian jasa kena pajak.
Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar pabean ke dalam daerah pabean. Ekspor setiap kegiatan mengeluarkan barang dari dalam daerah pabean ke luar daerah pabean. Perdagangan adalah kegiatan usaha membeli dan menjual, termasuk kegiatan tukar-menukar barang, tanpa mengubah benuk atau sifatnya.
Pajak masukan adalah pajak pertambahan nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh pengusaha kena pajak karena perolehan barang kena pajak atau perolehan jasa kena pajak atau pemanfaatan barang kena pajak tiidak berwujud dari luar daerah pabean atau pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean atau impor barang kena pajak. Pajak keluaran adalah pajak pertambahan nilai terutang yang wajib dipungut oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak, penyerahan jasa kena pajak ekspor barang kena pajak berwujud, ekspor barang kena pajak tidak berwujud atau ekspor jsa kena pajak.
Pengusaha kena pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan undang-undang. Sedangkan Non PKP adalah non pengusaha kena pajak. Untuk pengusaha Non PKP tidak perlu membuat faktur pajak dikarenakan omzetnya selalu dibawah 4,8 M. Non PKP juga tidak diperbolehkan mengkreditkan Pajak Masukan yang diterima atas perolehan BKP/JKP.
Fungsi Pengukuhan PKP
·       Pengawasan dalam melaksanakan hak dan kewajiban PKP di bidang PPN dan PPnBM.
·       Sebagai identitas PKP yang bersangkutan.
·       Sarana dalam pemenuhan Kewajiban Pajak Pertambahan Nilai & Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM).
Pelaporan Usaha Untuk Pengukuhan PKP
·       Pengusaha yang dikenakan PPN, wajib melaporkan usahanya pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi PKP.
·       Pengusaha Orang Pribadi atau Badan yang mempunyai tempat kegiatan usaha tersebar di beberapa tempat, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan, juga wajib mendaftarkan diri ke KPP di tempat kegiatan usaha
·       Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP wajib mengajukan pernyataan tertulis untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Pengusaha kecil yang tidak memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP tetapi sampai dengan suatu masa pajak dalam suatu tahun buku seluruh nilai peredaran bruto telah melampaui batasan yang ditentukan sebagai pengusaha kecil, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir Masa Pajak berikutnya

2.2.  Perbedaan Antara Pengusaha Kena Pajak dan Non Pengusaha Kena Pajak
1. Perusahaan yang PKP
a.    Pengusaha yang telah wajib menjadi Pengusaha Kena Pajak atau Pengusaha Kecil yang memilih menjadi Pengusaha Kena Pajak seperti tersebut diatas berkewajiban untuk :
1.)      Melaporkan usahanya (dengan cara mendaftarkan perusahaannya) untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
2.)      Memungut PPN/PPn BM yang terutang.
3.)      Menyetor PPN/PPnBM yang terutang (yang kurang dibayar)
4.)      Melaporkan PPN/PPn BM yang terutang (menyampaikan SPT Masa PPN/PPn BM).
b.    Pengusaha kecil yang menyerahkan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak tidak wajib menjadi Pengusaha Kena Pajak tetapi boleh memilih menjadi Pengusaha Kena Pajak atau tidak. Dengan demikian, atas penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kecil tidak dikenakan PPN, kecuali jika Pengusaha Kecil tersebut memilih dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
c.    Apabila sampai dengan suatu bulan dalam satu tahun buku, peredaran bruto (omzet) Pengusaha telah melewati batasan Pengusaha Kecil, Pengusaha tersebut wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak, selambat-lambatnya akhir bulan berikutnya.
d.   Apabila dalam satu tahun buku peredaran bruto Pengusaha Kena Pajak tidak melebihi batasan Pengusaha kecil, maka Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan pencabutan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Hak dari Pengusaha Kena Pajak
a.    Pengkreditan Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP
b.    Restitusi atau kompensasi atas kelebihan PPN
2.  Perusahaan Non Pengusaha Kena Pajak
Non PKP adalah non Pengusaha Kena Pajak. Untuk pengusaha Non PKP tidak perlu buat faktur pajak karena omzetnya selalu dibawah 4,8 M. Non PKP tidak boleh mengkreditkan Pajak Masukkan yang diterima atas Perolehan BKP/JKP.

2.3.  Dasar Hukum Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
1.    Pasal 2 UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara perpajakan (berlaku sejak 1 januari 2008)
2.    PP 74 Tahun 2011 tentang tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan (berlaku sejak januari 2012)
3.    PMK-73/PMK-03/2012 (berlaku sejak 15 Mei 2012) tentang jangka waktu pendaftaran dan pelaporan kegiatan usaha, Tata cara pendaftaran, pemberian dan penghapusan NPWP serta pengukuhan dan pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak (PMK ini mencabut PMK-20/PMK-03/2008 (berlaku sejak 1 januari 2008) tentang cara pendaftaran dan pelaporan kegiatan usaha, tata cara pendaftaran dan penghapusan NPWP, serta pengukuhan dan pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak)
4.    PER-20/PJ/2013 tentang tata cara pendaftaran dan pemberian NPWP, pelaporan usaha dan pengukuhan PKP, penghapusan NPWP dan pencabutan PKP, serta perubahan data dan pemindahan WP (berlaku sejak 30 Mei 2013)
Yang Wajib Menjadi Pengusaha Kena pajak
Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang melakukan penyerahan yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. (Pasal 15 PER 20/PJ/2013)

2.4.  Tata Cara Pelaporan Usaha Dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
a.    Permohonan Pengukuhan Secara Online
Permohonan pengukuhan dilakukan secara elektronik dengan mengisi Formulir Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak pada Aplikasi e-Registration Pajak yang tersedia pada laman web Direktorat Jenderal Pajak.(Pasal 16 Ayat (2 PER 20/PJ/2013) :
1.    Permohonan pengukuhan yang telah disampaikan oleh Wajib Pajak melalui Aplikasi e-Registration dianggap telah ditandatangani secara elektronik atau digital dan mempunyai kekuatan hukum. (Pasal 16 Ayat (3) PER 20/PJ/2013)
2.    Wajib Pajak yang telah menyampaikan Formulir Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak melalui Aplikasi e-Registration harus mengirimkan dokumen yang disyaratkan ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.
3.    Pengiriman dokumen yang disyaratkan dapat dilakukan dengan cara mengunggah (upload) salinan digital (softcopy) dokumen melalui Aplikasi e-Registration atau mengirimkannya dengan menggunakan Surat Pengiriman Dokumen yang telah ditandatangani.
4.    Apabila dokumen yang disyaratkan belum diterima KPP dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah penyampaian permohonan pengukuhan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) PER 20/PJ/2013, permohonan tersebut dianggap tidak diajukan.
5.    Apabila dokumen yang disyaratkan telah diterima secara lengkap, KPP menerbitkan Bukti Penerimaan Surat secara elektronik.
6.    Terhadap permohonan pengukuhan PKP yang telah diberikan Bukti Penerimaan Surat, KPP, atau KP2KP harus memberikan keputusan dalam jangka 5 (lima) hari kerja setelah Bukti Penerimaan Surat diterbitkan.


b.    Permohonan Pengukuhan Secara Tertulis
Dalam hal WP tidak dapat mengajukan permohonan pengukuhan secara elektronik, permohonan pengukuhan dapat dilakukan dengan menyampaikan permohonan secara tertulis. (Pasal 17 ayat (1) PER 20/PJ/2013) :
1.    Pemohonan secara tertulis ini dilakukan dengan mengisi dan menandatangani Formulir Pengukuhan PKP.
2.    Wajib Pajak yang telah mengisi dan menandatangani Formulir Pengukuhan PKP harus melengkapi formulir pengukuhan tersebut dengan dokumen yang disyaratkan.
3.    Permohonan secara tertulis disampaikan ke KPP atau KP2KP  yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal, tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha wajib pajak.
4.    Penyampaian permohonan secara tertulis ini dilakukan secara langsung melalui pos, atau melalui perusahan jasa ekspedisi atau jasa kurir.
5.    Terhadap penyampaian permohonan secara tertulis, KPP atau KP2KP memberikan Bukti Penerimaan Surat apabila pemohonan dinyatakan telah diterima secara lengkap.
6.    Terhadap permohonan pengukuhan PKP yang telah diberikan Bukti Penerimaan Surat, KPP atau KP2KP harus memberikan keputusan dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja setelah Bukti Penerimaan Surat diterbitkan.

c.    Dokumen yang disyaratkan sebagai kelengkapan permohonan pengukuhan PKP meliputi : (bagi wajib pajak badan) Pasal 18 PER 20/PJ/2013
1.    Fotokopi akta pendirian atau dokumen pendirian dan perubahan bagi wajib pajak badan dalam negeri, atau surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi bentuk usaha tetap yang dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang.
2.    Fotokopi kartu NPWP salah satu pengurus atau fotokopi paspor dan surat keterangan tempat tinggal dari pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa dalam hal penanggung jawab adalah WNA.
3.    Dokumen izin usaha atau kegiatan yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang dan surat keterangan tempat kegiatan usaha dari pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa.

d.   Proses Penerbitan Keputusan Atas Permohonan WP untuk Dikukuhkan Menjadi PKP
1.    Terhadap permohonan pengukuhan PKP yang telah diberikan Bukti Penerimaan Surat, KPP atau KP2KP harus memberikan keputusan dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja setelah Bukti Penerimaan Surat diterbitkan (Pasal 19 ayat (1) PER-20/PJ/2013).
2.    Apabila jangka waktu 5 hari kerja tersebut telah terlampaui dan KPP atau KP2KP tidak memberi suatu keputusan permohonan pengukuhan PKP dianggap dikabulkan (Pasal 19 ayat (5) PER-20/PJ/2013).
3.    Dalam hal permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan, KPP atau KP2KP harus menerbitkan Surat Pengukuhan PKP dengan tanggal pengukuhan adalah hari kerja ke-5 (lima) setelah tanggal Bukti Penerimaan Surat diterbitkan. (Pasal 19 ayat (6) PER-20/PJ2013).
4.    Keputusan ini diberikan setelah KPP atau KP2KP melakukan Verifikasi dalam rangka pengukuhan PKP (Pasal 19 ayat (2) PER-20/PJ/2013).
5.    Dalam hal keputusan ini mengabulkan permohonan Wajib Pajak, KPP atau KP2KP menerbitkan Surat Pengukuhan PKP, (Pasal 19 ayat (3) PER-20/PJ/2013).
6.    Dalam hal keputusan ini tidak mengabulkan permohonan WP, KPP atau KP2KP menerbitkan Surat Penolakan Pengukuhan PKP. (Pasal 19 ayat (4) PER-20/PJ/2013)

e.    Pengukuhan PKP Secara Jabatan
1.    Dalam hal Pengusaha yang diwajibkan untuk melaporkan usahanya tidak melaksanakan kewajiban melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, KPP dapat mengukuhkan PKP secara jabatan. (Pasal 20 ayat (1) PER-20/PJ/2013)
2.    Pengukuhan PKP secara jabatan ini dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil Verfikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai tata cara Pemeriksaan atau tata cara Verifikasi. (Pasal 20 ayat (2) PER-20/PJ/2013)
3.    Pemeriksaan atau Verifikasi dalam rangka Pengukuhan PKP secara jabatan dilakukan berdasarkan data dan informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak. (Pasal 20 ayat (3) PER-20/PJ/2013)
4.    Tanggal penerbitan yang tercantum dalam Surat Pengukuhan PKP yang diterbitkan secara jabatan adalah sesuai dengan tanggal penerbitan Surat Pengukuhan PKP. (Pasal 20 ayat (4) PER-20/PJ/2013)



BAB III
PENUTUP

3.1.  Kesimpulan
     Pengusaha menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (UU PPN) adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa atau memanfaatkan jasa dari luar pabean.
     Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang melakukan penyerahan yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. (Pasal 15 PER 20/PJ/2013)
     Tata cara pelaporan dan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak bisa dilakukan secara online ataupu non online serta dokumen yang dibutuhkan diatur dalam PER/20/PJ/2013






DAFTAR PUSTAKA

PER.20/PJ/2013 Tentang Tata Cara Pendaftaran Dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Uasaha Dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak Dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Serta Perubahan Data Pemindahan Wajib Pajak

PP  42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak PenjualanAtas barang Mewah.   

PMK No. 197/03/2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 Tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai


2 komentar:

  1. If you're looking to lose kilograms then you certainly need to get on this brand new tailor-made keto meal plan diet.

    To create this keto diet service, certified nutritionists, fitness couches, and professional chefs have joined together to develop keto meal plans that are productive, convenient, cost-efficient, and enjoyable.

    Since their grand opening in early 2019, thousands of clients have already remodeled their body and well-being with the benefits a certified keto meal plan diet can give.

    Speaking of benefits: in this link, you'll discover 8 scientifically-proven ones given by the keto meal plan diet.

    BalasHapus