1.1.
Latar
Belakang
Pemerintah merupakan roda penggerak
pemerintahan yang membutuhkan dana yang cukup banyak untuk pembiayaan
pembangunan bangsa, sehingga dapat meningkatkan taraf hidup dan kemakmuran
masyarakat Indonesia. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, pemerintah berperan
penting dalam mengefektifkan sumber penerimaan Negara yaitu dengan pajak. Pajak
merupakan salah satu aset pemasukkan bagi negara dan tidak dapat dipungkiri
bahwa sebagian besar sumber pembiayaan negara berasal dari sektor pajak. Pajak
merupakan kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Penerimaan dari sektor pajak sangat
mendukung terlaksananya pembangunan di berbagai sektor sebagai wujud pelayanan
pemerintah kepada masyarakat. Pemahaman akan peraturan perpajakan menjadi
sangat penting bagi para wajib pajak agar bisa menghitung kewajiban pajaknya
dengan tepat serta mengerti bagaimana melaksanakan hak dan kewajibannya yang
terkait dengan pajak. Apalagi dengan sistem self assesment seperti yang
diterapkan di Indonesia.
Indonesia merupakan Negara
berkembang yang di dalamnya terdapat banyak sekali usaha perdagangan. Dalam
kegiatan perdagangan, baik penerimaan ataupun penyerahan barang dan jasa
tersebut akan menimbulkan adanya pajak, khususnya Pajak Pertambahan Nilai yang
nantinya akan dihitung dan disetorkan ke kas Negara sehingga menjadi salah satu
sumber penerimaan untuk Negara. Pajak Pertambahan Nilai merupakan jenis pajak
tidak langsung dan bersifat objektif, artinya pajak tersebut disetor oleh pihak
lain yang bukan penanggung pajak, atau dengan kata lain penanggung pajak tidak
menyetorkan secara langsung pajak yang ia tanggung.
Pajak Pertambahan Nilai atas Barang
Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) merupakan pajak yang dikenakan atas
konsumsi di dalam negeri dan dikenakan tarif 10%. Pajak Pertambahan Nilai
dikenakan atas pertambahan nilai dari barang dan jasa yang dihasilkan atau
diserahkan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
merupakan salah satu penerimaan pajak terbesar di Indonesia dikarenakan PPN
selalu muncul disetiap transaksi penyerahan dan perolehan BKP dan JKP yang
dilakukan oleh PKP yang dikukuhkan. Wajib pajak yang sudah dikukuhkan menjadi
Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN),
Sarana yang digunakan untuk melakukan kewajiban ini adalah faktur pajak. Faktur
pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk
mengkreditkan pajak masukan. Oleh karena itu, faktur pajak harus benar baik
secara formal maupun secara material supaya dapat dikreditkan, jika 2 tidak
diisi sesuai dengan ketentuan dapat mengakibatkan PPN yang tercantum tidak
dapat dikreditkan (Resmi, 2007). Permasalahan yang terjadi dalam PPN adalah
pengenaan pajak berganda atau pengenaan pajak atas pajak, untuk menghindari
permasalah tersebut perlu diterapkannya mekanisme pengkreditan pajak masukan
(metode kredit pajak). Untuk melakukan pengkreditan pajak masukan, sarana yang
digunakan adalah faktur pajak (Mardiasmo, 2006).
Dasar hukum yang digunakan untuk
penerapan Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Republik Indonesia No. 8
Tahun 1983 berikut revisinya, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia No. 11
Tahun 1994 berikut revisinya, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia No. 18
Tahun 2000, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik
Indonesia No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
1.2.
Rumusan
Masalah
1) Apa
pengertian Pengusaha Kena Pajak dan Non Pengusaha Kena Pajak?
2) Apa
perbedaan yang berstatus PKP dan Non PKP?
3) Apa
dasar hukum Pengusaha Kena Pajak?
4) Bagaimana
tata cara pelaporan dan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Definisi
Pengusaha kena pajak dan Non Pengusaha Kena Pajak
Definisi
Pengusaha
menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan
Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (UU PPN) adalah orang
pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang melakukan
usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean,
melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa atau memanfaatkan jasa dari luar
pabean.
Daerah
pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan,
dan ruang di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif
dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur
mengenai kepabeanan.
Barang
adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang
bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud. Barang kena
pajak adalah barang yang dikenai pajak. Penyerahan barang kena pajak adalah
setiap kegiatan penyerahan barang kena pajak.
Jasa
adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau
perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan atau hak
tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang
karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.
Jasa kena pajak adalah jasa yang dikenai pajak. Penyerahan jasa kena pajak
adalah setiap kegiatan pemberian jasa kena pajak.
Impor
adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar pabean ke dalam daerah
pabean. Ekspor setiap kegiatan mengeluarkan barang dari dalam daerah pabean ke
luar daerah pabean. Perdagangan adalah kegiatan usaha membeli dan menjual,
termasuk kegiatan tukar-menukar barang, tanpa mengubah benuk atau sifatnya.
Pajak
masukan adalah pajak pertambahan nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh
pengusaha kena pajak karena perolehan barang kena pajak atau perolehan jasa
kena pajak atau pemanfaatan barang kena pajak tiidak berwujud dari luar daerah
pabean atau pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean atau impor
barang kena pajak. Pajak keluaran adalah pajak pertambahan nilai terutang yang wajib
dipungut oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak,
penyerahan jasa kena pajak ekspor barang kena pajak berwujud, ekspor barang
kena pajak tidak berwujud atau ekspor jsa kena pajak.
Pengusaha
kena pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak
dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan
undang-undang. Sedangkan Non PKP adalah non pengusaha kena pajak. Untuk
pengusaha Non PKP tidak perlu membuat faktur pajak dikarenakan omzetnya selalu
dibawah 4,8 M. Non PKP juga tidak diperbolehkan mengkreditkan Pajak Masukan
yang diterima atas perolehan BKP/JKP.
Fungsi Pengukuhan PKP
·
Pengawasan dalam melaksanakan hak
dan kewajiban PKP di bidang PPN dan PPnBM.
·
Sebagai identitas PKP yang
bersangkutan.
·
Sarana dalam pemenuhan Kewajiban
Pajak Pertambahan Nilai & Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM).
Pelaporan Usaha Untuk Pengukuhan PKP
·
Pengusaha yang dikenakan PPN, wajib
melaporkan usahanya pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau
tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan
menjadi PKP.
·
Pengusaha Orang Pribadi atau Badan
yang mempunyai tempat kegiatan usaha tersebar di beberapa tempat, wajib
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP ke KPP yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan, juga wajib mendaftarkan diri ke
KPP di tempat kegiatan usaha
·
Pengusaha kecil yang memilih untuk
dikukuhkan sebagai PKP wajib mengajukan pernyataan tertulis untuk dikukuhkan
sebagai PKP.
Pengusaha
kecil yang tidak memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP tetapi sampai dengan
suatu masa pajak dalam suatu tahun buku seluruh nilai peredaran bruto telah
melampaui batasan yang ditentukan sebagai pengusaha kecil, wajib melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir Masa Pajak berikutnya
2.2.
Perbedaan Antara Pengusaha Kena Pajak
dan Non Pengusaha Kena Pajak
1. Perusahaan
yang PKP
a.
Pengusaha yang telah wajib menjadi Pengusaha Kena Pajak
atau Pengusaha Kecil yang memilih menjadi Pengusaha Kena Pajak seperti tersebut
diatas berkewajiban untuk :
1.) Melaporkan
usahanya (dengan cara mendaftarkan perusahaannya) untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena
Pajak.
2.) Memungut
PPN/PPn BM yang terutang.
3.) Menyetor
PPN/PPnBM yang terutang (yang kurang dibayar)
4.) Melaporkan
PPN/PPn BM yang terutang (menyampaikan SPT Masa PPN/PPn BM).
b.
Pengusaha kecil yang menyerahkan Barang Kena Pajak/Jasa
Kena Pajak tidak wajib menjadi Pengusaha Kena Pajak tetapi boleh memilih
menjadi Pengusaha Kena Pajak atau tidak. Dengan demikian, atas penyerahan
Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kecil tidak dikenakan PPN,
kecuali jika Pengusaha Kecil tersebut memilih dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena
Pajak.
c.
Apabila sampai dengan suatu bulan dalam satu tahun
buku, peredaran bruto (omzet) Pengusaha telah melewati batasan Pengusaha Kecil,
Pengusaha tersebut wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha
Kena Pajak, selambat-lambatnya akhir bulan berikutnya.
d.
Apabila dalam satu tahun buku peredaran bruto Pengusaha
Kena Pajak tidak melebihi batasan Pengusaha kecil, maka Pengusaha Kena Pajak
yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan pencabutan sebagai Pengusaha Kena
Pajak.
Hak dari Pengusaha Kena Pajak
a. Pengkreditan
Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP
b. Restitusi
atau kompensasi atas kelebihan PPN
2. Perusahaan
Non Pengusaha Kena Pajak
Non PKP adalah non Pengusaha Kena Pajak. Untuk pengusaha Non PKP tidak
perlu buat faktur pajak karena omzetnya selalu dibawah 4,8 M. Non PKP
tidak boleh mengkreditkan
Pajak Masukkan yang diterima atas Perolehan BKP/JKP.
2.3.
Dasar
Hukum Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
1. Pasal
2 UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang
ketentuan Umum dan Tata Cara perpajakan (berlaku sejak 1 januari 2008)
2. PP
74 Tahun 2011 tentang tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban
perpajakan (berlaku sejak januari 2012)
3. PMK-73/PMK-03/2012
(berlaku sejak 15 Mei 2012) tentang jangka waktu pendaftaran dan pelaporan
kegiatan usaha, Tata cara pendaftaran, pemberian dan penghapusan NPWP serta
pengukuhan dan
pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak (PMK ini mencabut PMK-20/PMK-03/2008
(berlaku sejak 1 januari 2008) tentang cara pendaftaran dan pelaporan kegiatan
usaha, tata cara pendaftaran dan penghapusan NPWP, serta pengukuhan dan
pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak)
4. PER-20/PJ/2013
tentang tata cara pendaftaran dan pemberian NPWP, pelaporan usaha dan
pengukuhan PKP, penghapusan NPWP dan pencabutan PKP, serta perubahan data dan
pemindahan WP (berlaku sejak 30 Mei 2013)
Yang Wajib Menjadi Pengusaha Kena pajak
Setiap
Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang melakukan penyerahan yang dikenai Pajak
Pertambahan Nilai berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984,
kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib
melaporkan usahanya pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau
tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha untuk dikukuhkan menjadi
Pengusaha Kena Pajak. (Pasal
15 PER 20/PJ/2013)
2.4.
Tata
Cara Pelaporan Usaha Dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
a. Permohonan
Pengukuhan Secara Online
Permohonan
pengukuhan dilakukan secara elektronik dengan mengisi Formulir Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak pada Aplikasi e-Registration Pajak yang tersedia pada
laman web Direktorat Jenderal Pajak.(Pasal 16 Ayat (2 PER 20/PJ/2013) :
1. Permohonan
pengukuhan yang telah disampaikan oleh Wajib Pajak melalui Aplikasi e-Registration
dianggap telah ditandatangani secara elektronik atau digital dan mempunyai
kekuatan hukum. (Pasal 16 Ayat (3) PER 20/PJ/2013)
2. Wajib
Pajak yang telah menyampaikan Formulir Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak melalui
Aplikasi e-Registration harus mengirimkan dokumen yang disyaratkan ke
KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan atau
tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.
3. Pengiriman
dokumen yang disyaratkan dapat dilakukan dengan cara mengunggah (upload) salinan
digital (softcopy) dokumen melalui Aplikasi e-Registration atau
mengirimkannya dengan menggunakan Surat Pengiriman Dokumen yang telah
ditandatangani.
4. Apabila
dokumen yang disyaratkan belum diterima KPP dalam jangka waktu 14 (empat belas)
hari kerja setelah penyampaian permohonan pengukuhan secara elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) PER 20/PJ/2013, permohonan tersebut dianggap
tidak diajukan.
5. Apabila
dokumen yang disyaratkan telah diterima secara lengkap, KPP menerbitkan Bukti
Penerimaan Surat secara elektronik.
6. Terhadap
permohonan pengukuhan PKP yang telah diberikan Bukti Penerimaan Surat, KPP,
atau KP2KP harus memberikan keputusan dalam jangka 5 (lima) hari kerja setelah
Bukti Penerimaan Surat diterbitkan.
b. Permohonan
Pengukuhan Secara Tertulis
Dalam hal WP tidak dapat mengajukan
permohonan pengukuhan secara elektronik, permohonan pengukuhan dapat dilakukan
dengan menyampaikan permohonan secara tertulis. (Pasal 17 ayat (1) PER 20/PJ/2013)
:
1. Pemohonan
secara tertulis ini dilakukan dengan mengisi dan menandatangani Formulir
Pengukuhan PKP.
2. Wajib
Pajak yang telah mengisi dan menandatangani Formulir Pengukuhan PKP harus
melengkapi formulir pengukuhan tersebut dengan dokumen yang disyaratkan.
3. Permohonan
secara tertulis disampaikan ke KPP atau KP2KP
yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal, tempat kedudukan atau
tempat kegiatan usaha wajib pajak.
4. Penyampaian
permohonan secara tertulis ini dilakukan secara langsung melalui pos, atau
melalui perusahan jasa ekspedisi atau jasa kurir.
5. Terhadap
penyampaian permohonan secara tertulis, KPP atau KP2KP memberikan Bukti
Penerimaan Surat apabila pemohonan dinyatakan telah diterima secara lengkap.
6. Terhadap
permohonan pengukuhan PKP yang telah diberikan Bukti Penerimaan Surat, KPP atau
KP2KP harus memberikan keputusan dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja setelah
Bukti Penerimaan Surat diterbitkan.
c. Dokumen
yang disyaratkan sebagai kelengkapan permohonan pengukuhan PKP meliputi : (bagi
wajib pajak badan) Pasal 18 PER 20/PJ/2013
1. Fotokopi
akta pendirian atau dokumen pendirian dan perubahan bagi wajib pajak badan
dalam negeri, atau surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi bentuk
usaha tetap yang dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang.
2. Fotokopi
kartu NPWP salah satu pengurus atau fotokopi paspor dan surat keterangan tempat
tinggal dari pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala
Desa dalam hal penanggung jawab adalah WNA.
3. Dokumen
izin usaha atau kegiatan yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang dan
surat keterangan tempat kegiatan usaha dari pejabat Pemerintah Daerah
sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa.
d. Proses
Penerbitan Keputusan Atas Permohonan WP untuk Dikukuhkan Menjadi PKP
1. Terhadap
permohonan pengukuhan PKP yang telah diberikan Bukti Penerimaan Surat, KPP atau
KP2KP harus memberikan keputusan dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja setelah
Bukti Penerimaan Surat diterbitkan (Pasal 19 ayat (1) PER-20/PJ/2013).
2. Apabila
jangka waktu 5 hari kerja tersebut telah terlampaui dan KPP atau KP2KP tidak
memberi suatu keputusan permohonan pengukuhan PKP dianggap dikabulkan (Pasal 19
ayat (5) PER-20/PJ/2013).
3. Dalam
hal permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan, KPP atau KP2KP harus
menerbitkan Surat Pengukuhan PKP dengan tanggal pengukuhan adalah hari kerja
ke-5 (lima) setelah tanggal Bukti Penerimaan Surat diterbitkan. (Pasal 19 ayat
(6) PER-20/PJ2013).
4. Keputusan
ini diberikan setelah KPP atau KP2KP melakukan Verifikasi dalam rangka
pengukuhan PKP (Pasal 19 ayat (2) PER-20/PJ/2013).
5. Dalam
hal keputusan ini mengabulkan permohonan Wajib Pajak, KPP atau KP2KP
menerbitkan Surat Pengukuhan PKP, (Pasal 19 ayat (3) PER-20/PJ/2013).
6. Dalam
hal keputusan ini tidak mengabulkan permohonan WP, KPP atau KP2KP menerbitkan Surat
Penolakan Pengukuhan PKP. (Pasal 19 ayat (4) PER-20/PJ/2013)
e. Pengukuhan
PKP Secara Jabatan
1. Dalam
hal Pengusaha yang diwajibkan untuk melaporkan usahanya tidak melaksanakan
kewajiban melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, KPP dapat mengukuhkan
PKP secara jabatan. (Pasal 20 ayat (1) PER-20/PJ/2013)
2. Pengukuhan
PKP secara jabatan ini dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil
Verfikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan yang mengatur mengenai tata cara Pemeriksaan atau tata cara
Verifikasi. (Pasal 20 ayat (2) PER-20/PJ/2013)
3. Pemeriksaan
atau Verifikasi dalam rangka Pengukuhan PKP secara jabatan dilakukan
berdasarkan data dan informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh
Direktorat Jenderal Pajak. (Pasal 20 ayat (3) PER-20/PJ/2013)
4. Tanggal
penerbitan yang tercantum dalam Surat Pengukuhan PKP yang diterbitkan secara
jabatan adalah sesuai dengan tanggal penerbitan Surat Pengukuhan PKP. (Pasal 20
ayat (4) PER-20/PJ/2013)
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Pengusaha menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (UU PPN) adalah orang pribadi atau
badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang melakukan usaha
perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean,
melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa atau memanfaatkan jasa dari luar
pabean.
Setiap
Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang melakukan penyerahan yang dikenai Pajak
Pertambahan Nilai berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984,
kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib
melaporkan usahanya pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau
tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha untuk dikukuhkan menjadi
Pengusaha Kena Pajak. (Pasal
15 PER 20/PJ/2013)
Tata cara pelaporan dan pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak bisa dilakukan secara online ataupu non online serta
dokumen yang dibutuhkan diatur dalam PER/20/PJ/2013
DAFTAR PUSTAKA
PER.20/PJ/2013
Tentang Tata Cara Pendaftaran Dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan
Uasaha Dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak
Dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Serta Perubahan Data Pemindahan
Wajib Pajak
PP 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan
Jasa Dan Pajak PenjualanAtas barang Mewah.
PMK No. 197/03/2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 Tentang
Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai
Maaf kak mau titip info 5 Pengusaha Muda Sukses Indonesia Dibawah 20 Tahun
BalasHapusIf you're looking to lose kilograms then you certainly need to get on this brand new tailor-made keto meal plan diet.
BalasHapusTo create this keto diet service, certified nutritionists, fitness couches, and professional chefs have joined together to develop keto meal plans that are productive, convenient, cost-efficient, and enjoyable.
Since their grand opening in early 2019, thousands of clients have already remodeled their body and well-being with the benefits a certified keto meal plan diet can give.
Speaking of benefits: in this link, you'll discover 8 scientifically-proven ones given by the keto meal plan diet.