Minggu, 20 November 2016

Konsep Asset



BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Aset merupakan elemen neraca yang akan membentuk informasi semantik berupa posisi keuangan bila dihubungkan dengan elemen yang lain yaitu kewajiban dan ekuitas. Aset merepresentasikan potensi jasa fisis dan nonfisis yang memampukan badan usaha untuk menyediakan barang dan jasa.
Terdapat beberapa sumber dari definisi aset, diantaranya adalah menurut FASB. FASB mendefinisi aset dalam rerangka konseptualnya (SFAC No. 6, prg. 25) sebagai manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang diperoleh atau dikuasai/dikendalikan oleh suatu entitas sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu. Hampir sama dengan itu IASC juga mendefinisi aset sebagai suatu sumber daya yang dikendalikan oleh perusahaan sebagai hasil kejadian masa lalu yang mana manfaat ekonomis masa depan diharapakan didapatkan oleh perusahaan. Sumber lain, yaitu AASB, mendefinisi aset sebagai potensial jasa atau manfaat ekonomis yang dikendalikan oleh pelaporan entitas sebagai hasil transaksi masa lalu atau kejadian masa lalu lainnya. APB No. 4 membedakan aset menjadi sumber ekonomik dan nonsumberekonomik. APB No. 4 merinci aset yang digolongkan sebagai sumber ekonomik yaitu: sumber produktif, produk yang merupakan keluaran kesatuan usaha, uang Klaim untuk menerima uang, hak kepemilikan atau investasi pada perusahaan lain.
Untuk dapat disebut sebagai aset, suatu objek harus memiliki manfaat ekonomik di masa datang yang cukup pasti. Manfaat ekonomik ini ditunjukkan oleh potensi jasa atau utilitas yang melekat padanya sebagai yaitu suatu daya atau kapasitas langka yang dapat dimanfaatkan kesatuan usaha dalam upayanya untuk mendapatkan pendapatan melalui kegiatan ekonomik. Disamping manfaat ekonomik, suatu objek bisa dikatakan sebagai aset, objek tersebut tidak harus dimiliki oleh entitas tetapi cukup dikuasai oleh entitas. Artinya, untuk memiliki aset harus terdapat proses yang disebut dengan transfer kepemilikan. Krtieria lain yang merupakan penyempurnaan dalam pendefinisian objek sebagai aset adalah aset merupakan akibat transaksi atau kejadian masa lalu.
Selain beberapa karakteristik yang telah disebutkan, FASB menyebutkan beberapa karakteristik pendukung yaitu melibatkan kos, berwujud, tertukarkan, terpisahkan, dan berkekuatan hukum. Karakteristik pendukung tersebut lebih menguatkan atau meyakinkan adanya aset tetapi tiadanya karakteristik pendukung tidak menghalangi suatu objek untuk memenuhi syarat sebagai aset.

1.2. Rumusan Masalah

·         Apa Pengertian dan konsep asset?
·         Bagaimana criteria dari asset?
·         Apa konsep penilaian asset?
·         Apa tujuan dari pengukuran aset?
·         Bagaimana pengakuan dari asset?



BAB II
PEMBAHASAN

2.1               Konsep dan Pengertian Aset

Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh entitas sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan darimana manfaat ekonomi dimasa depan diharapkan akan diperoleh entitas (SAK ETAP,2009:6 dalam YR Laili,2013). Pengertian Aset menurut SAK ETAP ini selaras dengan Aset menurut IFRS. Aset juga merupakan sumber ekonomi yang diharapkan memberikan manfaat usaha dikemudian hari. Aset dimasukan kedalam neraca dengan saldo normal debit.

Secara garis besar, Aset diklasifikasikan sebagai aset lancar (current asset) dan aset tidak lancar (non current asset ) (PSAK No.1, 2009:18).
A.    Aset lancar (current asset) adalah aset yang berupa kas dan aset lainnya yang diharapkan akan dapat diubah menjadi kas, atau dikonsumsi dalam satu tahun atau dalam satu siklus operasi (Kieso, 2010:181 dalam YR Laili,2013).
Aset lancar terdiri dari:
-Kas dan Bank
-Surat berharga (Marketable Securities)
-Deposito Jangka Pendek
-Wesel tagih yang jatuh temponya dalam waktu satu tahun
-Piutang jangka pendek yang terdiri dari piutang usaha dan piutang lain-lain yang tergolong lancar
-Persediaan
-Pembayaran uang muka untuk pembelian aktiva lancar
-Biaya dibayar dimuka

B.            Aset tidak lancar (non current assets), adalah aset berwujud yang memiliki umur lebih dari satu tahun dan tidak mudah diubah menjadi kas (YR Laili, 2013). Jenis aset tidak lancar ini biasanya dibeli untuk digunakan untuk operasi dan tidak dimaksudkan untuk dijual kembali.
Aset tidak lancar dikelompokan dalam:
ΓΌ  Investasi atau penyertaan (investment)
Yang dimaksudkan disini adalah investasi jangka panjang. Investasi meliputi:
·      Investasi dagang yaitu investasi yang ditujukan untuk mempermudah atau mempertahankan bisnis atau hubungan perdagangan, guna memperoleh sumber dana kas tambahan dalam bentuk capital gain atau deviden.
·      investasi property adalah investasi pada tanah atau bangunan yang tidak digunakan untuk dioperasikan perusahaan, tetapi dimaksudkan untik dimiliki selama beberapa tahun untuk mendapatkan penghasilan.

ΓΌ   Aset tetap (fixed asset) menurut PSAK 16, paragraf 6a revisi 2014, adalah aset berwujud yang:
Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan Diharapkan digunakan selama lebih dari satu periode.
Yang temasuk dalam aktiva ini adalah :
- tanah
- gedung
- bangunan
- mesin dan peralatan
- kendaraan
- inventaris kantor

ΓΌ Aset tidak berwujud menurut PSAK 19 adalah aset non moneter yang dapat diidentifikasi tanpa wujud fisik yang memilik kontrol fisik dan keuntungan dan memilik keuntungan ekonomis dimasa depan. Karakteristik jenis aktiva ini adalah tingkat ketidakpastian mengenai nilai dan manfaat di kemudian hari
Aktiva jenis ini meliputi :
·         hak paten
·         hak cipta
·         franchise
·         merek dagang
·         goodwill

ΓΌ  Aset lain-lain (other investment) adalah pos-pos yang tidak dapat secara layak digolongkan  dalam aktiva yang telah disebut sebelumnya. Contohnya mesin yang tidak dipakai dan tanah yang tidak digunakan. Aktiva yang diperlukan sebagai aktiva lain-lain adalah :
·         aktiva yang tidak digunakan untuk operasi
·         piutang kepada pemegang saham
·         beban yang ditangguhkan
·         aktiva jangka pendek yang tidak termasuk dalam aktiva lancar

2.2   Karakteristik Aset
           Karakteristik aset berkaitan dengan criteria yang dapat digunakan untuk menentukan apakah transaksi tertentu diakui sebagai elemen asset dalam laporan keuangan. Asset perlu didefinisikan karena definisi tersebut akan digunakan untuk mengidentifikasi peristiwa ekonomi yang harus diukur, diakui, dan dilaporkan dalam neraca.
APB (1970) dalam statement no.4 mendefinisikan asset sebagai berikut: “Sumber-sumber ekonomi perusahaan yang diakui dan diukur sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum, termasuk beban tangguhan tertentu yang tidak berbentuk sumber ekonomi.
Definisi yang dikemukakan oleh APB, menunjukkan bahwa asset merupakan sumber ekonomi perusahaan yang diakui berdasarkan Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU) di USA. APB lebih menekankan pengertian tersebut pada sisi prosedur yang menunjukkan jumlah sumber-sumber ekonomi yang dicatat dalam neraca dan tujuan utama perhitungan laba periodic.
Perubahan dasar dibuat oleh FASB yang memandang asset dari sisi semantic (interpretasi). FASB(1980) mendefisikan asset sebagai berikut: “Aset adalah manfaat ekonomi yang mungkin terjadi dimasa mendatang yang diperoleh atau yang dikendalikan oleh suatu entitas tertentu sebagai akibat transaksi atau peristiwa masa lalu.
Dari definisi diatas dapat diketahui bahwa definisi asset memiliki 3 karakteristik utama, yaitu:
1. Memiliki Manfaat Ekonomi Dimasa Mendatang
           Sesuatu dikatakan sebagai aktiva apabila memiliki manfaat atau potensi jasa yang cukup pasti dimasa mendatang.Artinya sesuatu tersebut memiliki kemampuan baik secara individu maupun bersama-sama dengan aktiva lain untuk menghasilkan aliran kas masuk dimasa mendatang, baik secara langsung maupun tidak langsung.
            SFAC No 6 menyebutkan bahwa manfaat ekonomi merupakan esensi sebenarnya dari aktiva. Artinya aktiva harus memiliki kemampuan bagi suatu entitas untuk ditukar dengan sesuatu yang lain yang memiliki nilai, atau digunakan untuk menghasilkan sesuatu yang bernilai atau digunakan untuk melunasi hutang.Jadi manfaat ekonomi masa mendatang yang melekat pada aktiva merupakan potensi dari aktiva tersebut untuk memberikan sumbangan, baik langsung maupun tidak langsung, arus kas dan setara kas kepada perusahaan. Praktisnya, manfaat ekonomi tersebut dapat mengalir ke perusahaan dnegan cara seperti (IAI, 1994) .
a.       Dapat digunakan baik sendiri maupun bersama aktiva lain dalam produksi barang dan jasa yang dijual oleh unit usaha.
b.      Dapat dipertukarkan dengan aktiva lain.
c.        Dapat digunakan untuk melunasi hutang.
d.      Dapat dibagikan kepada pemilik perusahaan.
                        Menurut Paton (1962), Aktiva merupakan kekayaan (properties) baik          berbentuk fisik atau bentuk lainnya yang memiliki nilai bagi suatu unit usaha. Sedang menurut Sprague (1907), aktiva adalah persediaan atau potensi yang akan diterima atau dinikmati oleh suatu unit usaha. Sedangkan Vatter (1947) mendefinisikan aktiva sebagai manfaat ekonomi masa yang akan datang dalam bentuk potensi jasa yang dapat diubah, ditukar, atau disimpan.
           Manfaat ekonomi masa mendatang dapat juga berhubungan dengan sumber-sumber ekonomi. Ada dua karakteristik utama yang dapat digunakan untuk menunjukkan sumber-sumber ekonomi yaitu kelangkaan dan kemanfaatan. APB dalam statement No 4 memberikan contoh sumber ekonomi perusahaan sebagai berikut:
a. Sumber-sumber ekonomi yang produktif
1. Bahan baku, tanah, peralatan, paten, dan sumber-sumber lain yang digunakan dalam produksi.
2. Hak kontrak untuk menggunakan sumber-sumber ekonomi milik unit usaha lain seperti hak guna bangunan dsb.
b. Produk yaitu barang yang siap untuk dijual/ barang yang masih dalam proses produksi.
c. Uang
d. Klaim untuk menerima uang
e. Hak pemilikan pada perusahaan lain
           Dari pengertian-pengertian tersebut menunjukkan bahwa asset merupakan sesuatu yang ada sekarang dan memiliki kemampuan untuk memberikan jasa atau manfaat sekarang dan masa mendatang. Sesuatu yang ada sekarang tersebut dapat berupa kekayaan (property), hak atau klaim terhadap kekayaan, sumber-sumber ekonomi/persediaan jasa dimasa mendatang.
           Selanjutnya, apabila diperhatikan definisi yang dikemukakan oleh FASB lebih menekankan pada sesuatu yang nyata yang ada pada saat sekarang, yaitu pada manfaat ekonominya. Hal ini disebabkan manfaat sesuatu barang dimasa mendatang belum tentu menjadi kenyataan. Lebih lanjutnya, dapat diperhatikan bahwa menurut FASB jenis pos tertentu dapat diklasifikasikan sebagai asset berdasarkan yang umum dinamakan dengan sumber-sumber ekonomi. Jelah bahwa FASB bermaksud menyamakan asset dengan sumber-sumber ekonomi perusahaan.
           Definisi yang lebih tepat untuk asset adalah sebagai sumber-sumber ekonomi yang dapat memberikan manfaat ekonomi dimasa mendatang yang diperoleh atau dikendalikan atau dikuasai oleh unit usaha tertentu sebagai akibat peristiwa peristiwa atau transaksi masa lalu.

 2. Dikuasai Oleh Suatu Unit Usaha
                        Sesuatu dapat dikatakan sebagai aktiva bila unit usaha tertentu dapat menggunakan manfaat aktiva tersebut dan menguasainya sehingga dapat mengendalikan akses pihak lain terhadap aktiva tersebut. Jadi penguasaan terhadap suatu manfaat merupakan faktor yang sangat penting agar suatu unit usaha dapat menghalangi akses pihak lain terhadap pemakaian aktiva. Penguasaan dan pengendalian terhadap suatu aktiva dapat diperoleh suatu unit usaha melalui pembelian, pemberian, penemuan, perjanjian, produksi, penjualan dan pertukaran.
                        Perlu diperhatikan bahwa kepemilikan bukan merupakan kriteria utama untuk mengakui suatu aktiva. Kepemilikan umumnya dibuktikan dengan dokumen-dokumen yang sah menurut hukum terhadap suatu barang. Hal ini disebabkan akuntansi tidak memusatkan pada masalah hukum. Akuntansi lebih memusatkan pada subtansi ekonomi suatu transaksi yang mempengaruhi posisi keuangan atau hasil usaha suatu perusahaan. Kepemilikan hanya merupakan karakteristik untuk mengakui aktiva karena ada hak yuridis yang pasti untuk menguasainya. Bentuk fisik bukan faktor penentu dari aktiva.

3. Hasil dari transaksi masa lalu
                        Suatu unit usaha dapat mengakui suatu aktiva apabila telah terjadi transaksi atau peristiwa lain yang menyebabkan suatu entitas memiliki hak atau pengendalian terhadap manfaat dari aktiva tersebut. Misalnya suatu mesin dapat diklasifikasikan sebagai aktiva apabila mesin tersebut benar-benar telah dibeli dari transaksi yang benar-benar sah. Apabila mesin tersebut baru akan diperoleh sesuai dengan anggaran yang ditetapkan (masih dianggarkan), maka mesin tersebut tidak dapat dipandang sebagai aktiva, karena belum ada transaksi yang dilakukan. Meskipun definisi FASB tersebut dapat diterima secara umum, banyak kritik yang ditujukan. Hal ini disebabkan dalam definisinya FASB mengabaikan faktor exchangeability, yang artinya suatu pos dapat dipisahkan dari entitas dan memiliki nilai jual yang terpisah. Mac neal mengatakan bahwa suatu barang kehilangan faktor exchangeability berarti kehilangan nilai ekonomi karena pembelian atau penjualannya tidak memungkinkan untuk dilakukan sehingga tidak ada nilai pasar yang melekat pada barang tersebut.

2.3 Konsep Penilaian Aset
                        Konsep penilaian berkaitan dengan masalah penentuan makna yang ingin disampaikan pada pemakai laporan terhadap aktiva yang bersangkutan. Konsep penilaian harus didasarkan pada nilai pertukaran atau konversi.

a.       Dasar penilaian
Penilaian aktiva berkaitan dengan penentuan nilai pertukaran dari aktiva tersebut. Hendriksen (1982) menyebutkan bahwa ada dua jenis pertukaran yang dapat digunakan yaitu nilai keluaran (output values) dan nilai masukan (input values). Nilai keluaran menunjukan aliran dana (kas) yang diperkirakan akan diterima perusahaan dimasa mendatang sesuai dengan harga pertukaran output/produk yang dihasilkan perusahaan. Sedangkan Nilai masukan menunjukan jumlah rupiah yang harus dikeluarkan perusahaan untuk memperoleh aktiva yang akan digunakan dalam kegiatan operasi perusahaan.

1.      Nilai keluaran (Output Values)
Nilai keluaran didasarkan pada jumlah kas atau non kas yang diterima suatu unit usaha bila suatu aktiva atau potensi jasa akhirnya keluar dari unit tersebut karena suatu pertukaran. Apabila nilai tersebut tidak relevan, ada dasar lain yang dapat digunakan, yaitu:
·         Discounted Future Cash Receipts or Service Potential
Adalah nilai sekarang kas masa yang akan diterima perusahaan seandainya aktiva tersebut dijual. Dasar ini dapat digunakan apabila harapan penerimaan kas/setaranya dapat ditaksir cukup pasti dan jangka waktu penerimaan cukup panjang, tetapi saat/tanggal penerimaannya pasti. Dasar penilaian ini dapat diterapkan untuk investasi dalam bentuk obligasi, piutang wesel jangka panjang, dan deposito berjangka.
Konsep penilaian tersebut memerlukan adanya taksiran terhadap jumlah yang akan diterima, faktor diskonto, dan periode waktu penerimaan.
            Meskipun dasar penilaian ini memiliki validitas dalam penilaian bagi investor, namun penerapannya memiliki beberapa kelemahan, terutama bila diterapkan untuk aktiva individual. Alasannya adalah sebagai berikut :
v  Penerimaan kas yang diharapkan umumnya tergantung pada distribusi probabilitas yang bersifat subyektif dan tidak dapat diuji kebenarannya.
v  Meskipun tingkat diskonto dapat diperoleh, tetapi penyesuaian terhadap preferensi diskonto memerlukan evaluasi khusus bagi manajemen dan mungkin sulit diterima oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
v  Apabila ada dua faktor atau lebih termasuk sumber daya manusia (yang dianggap sebagai aktiva fisik) memberikan kontribusi pada produk perusahaan yang pada akhirnya menghasilkan aliran kas, namun alokasi yang logis untuk memisahkan faktor potensi jasa secara individu sulit dilakukan.
v  Nilai diskontoan dari aliran kas yang berbeda untuk masing-masing aktiva tidak dapat ditambahkan bersama untuk memperoleh nilai perusahaan secara keseluruhan.

·         Harga keluaran sekarang (Current Output Price)
          Apabila produk perusahaan umumnya dijual di pasar yang terorganisir, harga pasar sekarang merupakan dasar yang rasional untuk menilai besarnya harga jual dimasa mendatang. Ada beberapa kelemahan yang melekat pada dasar penilaian ini. Pertama, dasar penilaian tersebut hanya dapat diterapkan untuk aktiva yang pemiliknya dimaksudkan untuk dijual seperti persediaan, surat berharga, peralatan dan tanah yang tidak memiliki manfaat lagi untuk kegiatan operasi perusahaan.
Kedua, dasar penilaian ini merupakan pengganti harga jual masa mendatang sehingga relevansi pemakaiannya menimbulkan masalah. Harga jual sekarang menunjukan jumlah yang akan dibayar pembeli dan tidak perlu menunjukan jumlah yang akan dibayar di masa mendatang kecuali dalam keadaan ceteris paribus.
Ketiga, semua aktiva dapat dinilai atas dasar harga jual sekarang, sehingga metode penlaian yang berbeda harus digunakan untuk menilai aktiva yang berbeda pula.

·      Nilai setara kas sekarang (Current Cash Equivalent)
Nilai setara kas sekarang menunjukkan jumlah kas atau daya beli umum yang dapat diperoleh dengan menjual setiap aktiva berdasarkan keadaan perusahaan normal. Nilai setara kas sekarang dianggap relevan karena menunjukan kondisi perusahaan dalam hubungannya dengan penyesuaian keadaan lingkungan.
Kesulitan utama dari konsep ini adalah perlunya penyesuaian untuk memisahkan pos yang tidak memiliki harga pasar sekarang, misalnya peralatan khusus yang tidak dapat dijual seperti aktiva tidak berwujud. Kelemahan kedua adalah nilai setara kas sekarang tidak memiliki sifat yang dapat ditambahkan. Penjumlahan masing-masing asset tidak sama dengan nilai total asset  sebagai satu kelompok. Penjualan asset secara keseluruhan atau perusahaan adalah lebih relevan dibandingkan penjualan asset secara individu


·         Nilai likuidasi (Liquidation Values)
Nilai likuidasi sama dengan harga jual sekarang atau nilai setara kas sekarang, dengan perbedaan bahwa nilai keluarannya diperoleh dari kondisi pasar yang berbeda. Nilai setara kas sekarang menggunakan kegiatan perusahaan normal dengan anggapan likuidasi dilakukan secara teratur. Sedangkan likuidasi didasarkan pada anggapan penjualan secara terpaksa. Dengan kata lain, unit usaha tidak dapat menjual produk atau assetnya dalam kondisi penjualan normal sehingga harganya dibawah cost. Nilai Likuidasi hanya digunakan dalam kondisi berikut:
v  Bila produk/aktiva lainnya kehilangan manfaat normal sehingga menjadi usang atau tidak laku dijual.
v  Bila unit usaha merencanakan untuk membubarkan usahanya dalam waktu dekat sehingga tidak dapat menjual seluruh aktiva di pasar yang normal.

2.      Nilai Masukan (Input Values)
                        Dalam menilai aktiva, nilai masukan sering dianggap tepat daripada nilai keluaran karena nilai tersebut lebih dapat diuji kebenarannya atau nilai tersebut tidak memungkinkan dilakukannya pelaporan pendapatan sebelum pendapatan benar-benar terealisasi. Dengan kata lain, meskipun nilai keluaran untuk penyajian laporan keuangan secara konseptual lebih baik, namun dalam kondisi tertentu nilai masukan dipandang lebih tepat. Hal ini disebabkan nnilai masukan dapat menunjukkan nilai maksimum atau produk perusahaan tidak memiliki harga pasar sehingga tidak mungkin untuk memperoleh nilai keluaran. Dasar yang dapat digunakan untuk nilai masukan adalah sebagai berikut:


Ø  Cost Histories
Cost merupakan harga pertukaran barang dan jasa pada saat terjadinya. Apabila pertukaran menyangkut asset non moneter, harga pertukaran ditentukan oleh nilai wajar(pasar) asset tersebut saat terjadi pertukaran. Jadi, cost menunjukan semua pengorbanan ekonomi dalam bentuk unit moneter yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh barang/jasa sampai siap digunakan untuk operasi perusahaan. Kebaikan konsep ini yaitu bahwa cost dapat diuji kebenarannya (verifiable), karena merupakan harga kesepakatan antara pembeli dan penjual dalam kondisi yang bebas. Kelemahan utama dasar penilaian ini adalah bahwa nilai aktiva akan berubah sepanjang waktu sehingga cost tersebut tidak dapat menunjukan nilai yang sebenarnya dari aktiva yang bersangkutan. Kelemahan lain, cost historis tidak menunjukan adanya pengakuan untung atau rugi pada periode tertentu yang benar-benar terjadi. Disamping itu, cost asset yang diperoleh pada waktu yang berbeda tidak dapat ditambahkan bersama-sama dalam neraca, karena , memiliki daya beli yang berbeda.


Ø Cost masukan terkini (Current Input Cost)
Menunjukan harga pertukaran yang harus dikorbankan pada saat sekarang untuk memperoleh aktiva yang sejenis dalam kondisi yang sama. Dasar ini dapat digunakan apabila ada bukti pendukung yang kuat untuk menentukan besarnya cost masukan terkini. Cost masukan terkini menjadi dasar penilaian yang penting terutama dalam penyajian informasi yang menunjukan pengaruh inflasi terhadap perusahaan. Istilah umum yang sering digunakan untuk menunjukkan dasar penilaian ini adalah cost pengganti (replacement cost). Dasar ini dapat diterapkan untuk menilai persediaan barang dan asset yang lain.

Ø  Discounted future cost
Menunjukkan nilai sekarang pengorbanan ekonomi dimasa mendatang seandainya potensi jasa tertentu diperoleh sekaligus pada saat sekarang. Syarat utama digunakannya penilaian ini adalah adanya kepastian tentang harga potensi jasa di masa mendatang atau setidaknya dapat ditaksir dengan cukup pasti. Pos asset berwujud dapat menggunakan dapat menggunakan dasar penilaian ini. Kelemahannya sama dengan cost hitoris dan discounted future service potential.

Ø  Standart cost
Menunjukkan cost sekarang dalam kondisi perusahaan beroperasi pada tingkat efisiensi dan kapasitas produksi normal. Dalam penerapannya, dasar ini dimaksudkan untuk menghilangkan factor inefisiensi. Dasar penilaian ini dapat diterapkan pada persediaan barang jadi dan beberapa fasilitas fisik yang dibangun sendiri. Jumlah rupiah yang akan dicatat untuk suatu potensi jasa adalah jumlah rupiah yang seharusnya terjadi pada kondisi efisien dan kapasitas produksi perusahaan yang diharapkan.
Kelemahan utamanya terletak pada jenis cost standar yang digunakan dan cara untuk menerapkannya. Pemakaian dasar ini nantinya akan menyebabkan aktiva dinilai terlalu rendah karena adanya usaha untuk mengeluarkan cost yang berasal dari inefisiensi dan kapasitas mengganggur.

2.4          Pengukuran Aset
Pengukuran berarti memberi nilai-nilai numerical (kuantifikasi) dalam satuan moneter atas aktiva, bukan pengukuran dalam satuan fisik, walaupun pengukuran secara umum dapat dilakukan dalam satuan fisik dan dapat pula dalam satuan moneter. Di dalam akuntansi, istilah pengukuran dan penilaian sering tidak dibedakan karena adanya asumsi bahwa akuntansi menggunakan unit moneter untuk mengukur makna ekonomik (economic attribute) suatu objek, pos, atau elemen. Pengukuran biasanya digunakan dalam akuntansi untuk menunjuk proses penentuan jumlah rupiah yang harus dicatat untuk objek pada saat pemerolehan. Penilaian biasanya digunakan untuk menunjuk proses penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada tiap elemen atau pos statemen keuangan pada saat penyajian.
Adapun tujuan pengukuran dan penilaian aset adalah sebagai berikut:
·         Sebagai salah satu langkah dalam penentuan laba .
·         Sebagai salah satu langkah dalam proses penyajian posisi keuangan.
·         Memenuhi kebutuhan informasi yang ingin dicapai dalam pelaporan keuangan.
·         Memenuhi kebutuhan informasi khusus yang memerlukan penilaian untuk kepentingan manajemen.

2.5         Pengakuan Aset
                        Penentuan definisi asset merupakan langkah pertama dalam proses identifikasi suatu asset. Sementara pengakuan merupakan pencatatan suatu jumlah rupiah kedalam struktur akuntansi atau system pembukuan sehingga jumlah tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan. Dengan demikian, apabila jumlah rupiah tertentu diakui sebagai asset maka jumlah tersebut akan mempengaruhi posisi keuangan atau  hasil usaha dan akan tampak pada neraca. Pada umumnya pengakuan aset dilakukan bersamaan dengan adanya transaksi, kejadian, atau keadaan yang mempengaruhi aset. Disamping memenuhi definisi aset, kriteria keterukuran, keberpautan, dan keterandalan harus dipenuhi pula. Menurut Sterling, Belkaoui (1993) menunjukkan kondisi perlu (necessary) dan kondisi cukup (sufficient) yang merupakan penguji (test) yang cukup rinci untuk mengakui aset tersebut, yaitu:
1)        Deteksi adanya aset (detection of existence test). Untuk mengajui aset, harus ada transaksi yang menandai timbulnya aset.
2)        Sumber ekonomik dan kewajiban (economic resources and obligation test). Untuk mengakui aset, suatu objek harus merupakan sumber ekonomik yang langka, dibutuhkan dan berharga.
3)        Berkaitan dengan entitas (entity association test). Untuk mengakui aset, kesatuan usaha harus mengendalikan atau menguasai objek aset.
4)        Mengandung nilai (non-zero magnitude test). Untuk mengakui aset, suatu objek harus mempunyai manfaat yang terukur secara moneter.
5)        Berkaitan dengan waktu pelaporan (temporal association test). Untuk mengakui aset, semua penguji di atas harus dipenuhi pada tanggal pelaporan (tanggal neraca).
6)        Verifikasi (verification test). Untuk mengakui aset, harus ada bukti pendukung untuk meyakinkan bahwa kelima penguji diatas dipenuhi.
                
            Yang dikemukakan Belkoui di atas sebenarnya adalah apa yang disebut dengan kaidah pengakuan (recognition rules) yang merupakan petunjuk teknis atau prosedur untuk menerapkan empat kriteria pengakuan (recogniton criteria) FASB yaitu definisi, keterukuran, keberpautan, dan keterandalan. Kaidah tersebut diperlukan karena kriteria pengakuan sifatnya konseptual atau umum.
        Definisi, maksudnya adalah bahwa suatu hasil transaksi akan masuk dalam struktur yang selanjutnya dilaporkan dalam laporan keuangan kalau memenuhi definisi elemen laporan keuangan
        Measurability, maksudnya adalah bahwa kejadian atau pos tertentu harus mempunyai makna tertentu yang dapat diukur jumlah rupiahnya dengan reabilitas yang cukup tinggi
        Relevance, maksudnya adalah bahwa informasi yang terkandung dalam kejadian atau pos mempunyai daya untuk membuat suatu perbedaan dalam keputusan pemakai informasi
        Reliability, maksudnya adalah bahwa informasi tersebut menggambarkan keadaan yang dipresentasikan secara tepat, teruji (verifiable) dan netral.

Praktik menunjukkan bahwa banyak aturan yang digunakan untuk mengidentifikasikanaset tertentu yang dapat diuraikan menjadi beberapa criteria. Oleh karenaitu, perlu dibuat perbedaan antara aturan atau ketentuan pengakuan dengan kriteria pengakuan. Aturan pengakuan menunjukkan aturan khusus yang digunakan untuk mengidentifikasi asset tertentu. Sedangkan criteria pengakuan merupakan pedoman umum yang digunakan untuk memformulasikan aturan pengakuan. Tujuan akuntansi adalah memberikan dasar bagi criteria pengakuan, yaitu menyediakan informasi yang relevan dan reliable. Kam (1992) memberikan beberapa criteria untuk mengakui suatu asset. Criteria tersebut tidak dimaksudkan untuk melengkapi criteria yang telah ada dan juga tidak bersifat mutually exclusive. Adapun criteria yang diajukan oleh Kam adalah sebagai berikut:

a.         Didasarkan Pada Hukum
Pengakuan terhadap asset tergantung pada konsep legal dari asset yang bersangkutan. Pencatatan terhadap piutang dagang pada saat penjualan dan pembelian asset menunjukkan hak legal untuk menggunakan manfaat yang ada pada asset. Criteria ini berhubungan dengan informasi akuntansi yang relevan dan reliable.


b.        Pemakaian Prinsip Konservatif
Prinsip konservatif mensyaratkan perlunya mengantisipasi kerugian dari pada keuntungan. Dengan demikian, biaya, rugi/utang dapat diakui atau dicatat lebih awal meskipun masih dalam tahap kemungkinan akan terjadi. Sebaliknya, asset, pendapatan atau untung hanya dicatat apabila benar-benar telah terealisasi atau terjadi. Misalnya, perusahaan sedang dituntut dipengadilan. Pada kondisi demikian, apabila ada kemungkinan perusahaan mengalami rugi maka hutang harus segera dicatat.

c.         Makna atau Substansi Ekonomi Suatu Transaksi
Apabila suatu transaksi ditinjau dari makna ekonominya telah terjadi, maka suatu pos dapat segera dicatat dan dilaporkan dalam laporan keuangan. Criteria ini dimaksudkan untuk menentukan makna ekonomi dari suatu transaksi yang berhubungan dengan pelaporan informasi yang relevan dengan tetap mempertahankan fsktor materialitas.


d.        Kemampuan Mengukur Nilai Asset
Jika akuntan tidak dapat mengukur nilai aset baik dengan cara arbitrer maupun cara lain maka aset tersebut tidak dapat dicatat. Kondisi ini merupakan alasan utama mengapa sumber daya manusia tidak dicatat sebagai suatu asset. Keterukuran ini berhubungan dengan reliabilitas informasi.



BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
     Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh entitas sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan darimana manfaat ekonomi dimasa depan diharapkan akan diperoleh entitas. Aset digolongkan menjadi 2, yaitu aset lancar (current asset) dan aset tidak lancar. definisi asset memilik 3 karakteristik utama, yaitu: Memiliki Manfaat Ekonomi Dimasa Mendatang, Dikuasai Oleh Suatu Unit Usaha, Hasil dari transaksi masa lalu.
                 Konsep penilaian berkaitan dengan masalah penentuan makna yang ingin disampaikan pada pemakai laporan terhadap aktiva yang bersangkutan. Dasar penilaian aset dibedakan menjadi nilai masukan dan nilai keluaran. Nilai masukan Nilai masukan menunjukan jumlah rupiah yang harus dikeluarkan perusahaan untuk memperoleh aktiva yang akan digunakan dalam kegiatan operasi perusahaan. Dasar yang dapat digunakan untuk nilai masukan adalah: Cost Histories, Cost masukan terkini (Current Input Cost), Discounted future cost, Standart cost. Sedangkan Nilai keluaran menunjukan aliran dana (kas) yang diperkirakan akan diterima perusahaan dimasa mendatang sesuai dengan harga pertukaran output/produk yang dihasilkan perusahaan. ada dasar lain yang dapat digunakan, yaitu: Discounted Future Cash Receipts or Service Potential, Harga keluaran sekarang (Current Output Price), Nilai setara kas sekarang (Current Cash Equivalent), Nilai likuidasi (Liquidation Values).
       Di dalam akuntansi, istilah pengukuran dan penilaian sering tidak dibedakan karena adanya asumsi bahwa akuntansi menggunakan unit moneter untuk mengukur makna ekonomik (economic attribute) suatu objek, pos, atau elemen. Pengukuran biasanya digunakan dalam akuntansi untuk menunjuk proses penentuan jumlah rupiah yang harus dicatat untuk objek pada saat pemerolehan. Penilaian biasanya digunakan untuk menunjuk proses penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada tiap elemen atau pos statemen keuangan pada saat penyajian.
Pengakuan merupakan pencatatan suatu jumlah rupiah kedalam struktur akuntansi atau system pembukuan sehingga jumlah tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan. Pada umumnya pengakuan aset dilakukan bersamaan dengan adanya transaksi, kejadian, atau keadaan yang mempengaruhi aset. Disamping memenuhi definisi aset, kriteria keterukuran, keberpautan, dan keterandalan harus dipenuhi pula.







Daftar Pustaka

Ghozali, Imam. Dan A.Chariri. 2007. Teori Akuntansi Edisi 3. Semarang:Undip     Semarang
YR Laili .2013. PENGARUH PENERAPAN KONVERGENSI IFRS TERHADAP             PENILAIAN ASET DENGAN MENGGUNAKAN KONSEP FAIR VALUE,       Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya, Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar