BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Aset merupakan elemen neraca yang akan membentuk
informasi semantik berupa posisi keuangan bila dihubungkan dengan elemen yang
lain yaitu kewajiban dan ekuitas. Aset merepresentasikan potensi jasa fisis dan
nonfisis yang memampukan badan usaha untuk menyediakan barang dan jasa.
Terdapat beberapa sumber dari definisi aset, diantaranya adalah menurut
FASB. FASB mendefinisi aset dalam rerangka konseptualnya (SFAC No. 6, prg. 25)
sebagai manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang diperoleh atau
dikuasai/dikendalikan oleh suatu entitas sebagai akibat transaksi atau kejadian
masa lalu. Hampir sama dengan itu IASC juga mendefinisi aset sebagai suatu
sumber daya yang dikendalikan oleh perusahaan sebagai hasil kejadian masa lalu
yang mana manfaat ekonomis masa depan diharapakan didapatkan oleh perusahaan.
Sumber lain, yaitu AASB, mendefinisi aset sebagai potensial jasa atau manfaat
ekonomis yang dikendalikan oleh pelaporan entitas sebagai hasil transaksi masa
lalu atau kejadian masa lalu lainnya. APB No. 4 membedakan aset menjadi sumber
ekonomik dan nonsumberekonomik. APB No. 4 merinci aset yang digolongkan sebagai
sumber ekonomik yaitu: sumber produktif, produk yang merupakan keluaran
kesatuan usaha, uang Klaim untuk menerima uang, hak kepemilikan atau investasi
pada perusahaan lain.
Untuk dapat disebut sebagai aset, suatu objek harus
memiliki manfaat ekonomik di masa datang yang cukup pasti. Manfaat ekonomik ini
ditunjukkan oleh potensi jasa atau utilitas yang melekat padanya sebagai yaitu
suatu daya atau kapasitas langka yang dapat dimanfaatkan kesatuan usaha dalam
upayanya untuk mendapatkan pendapatan melalui kegiatan ekonomik. Disamping
manfaat ekonomik, suatu objek bisa dikatakan sebagai aset, objek tersebut tidak
harus dimiliki oleh entitas tetapi cukup dikuasai oleh entitas. Artinya, untuk
memiliki aset harus terdapat proses yang disebut dengan transfer kepemilikan.
Krtieria lain yang merupakan penyempurnaan dalam pendefinisian objek sebagai
aset adalah aset merupakan akibat transaksi atau kejadian masa lalu.
Selain beberapa karakteristik yang telah disebutkan,
FASB menyebutkan beberapa karakteristik pendukung yaitu melibatkan kos,
berwujud, tertukarkan, terpisahkan, dan berkekuatan hukum. Karakteristik
pendukung tersebut lebih menguatkan atau meyakinkan adanya aset tetapi tiadanya
karakteristik pendukung tidak menghalangi suatu objek untuk memenuhi syarat
sebagai aset.
1.2. Rumusan
Masalah
·
Apa
Pengertian dan konsep asset?
·
Bagaimana
criteria dari asset?
·
Apa
konsep penilaian asset?
·
Apa tujuan dari pengukuran aset?
·
Bagaimana
pengakuan dari asset?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Konsep dan Pengertian Aset
Aset
adalah sumber daya yang dikuasai oleh entitas sebagai akibat dari peristiwa
masa lalu dan darimana manfaat ekonomi dimasa depan diharapkan akan diperoleh
entitas (SAK ETAP,2009:6 dalam YR Laili,2013). Pengertian Aset menurut SAK ETAP
ini selaras dengan Aset menurut IFRS. Aset juga merupakan sumber ekonomi yang
diharapkan memberikan manfaat usaha dikemudian hari. Aset dimasukan kedalam
neraca dengan saldo normal debit.
Secara garis besar, Aset
diklasifikasikan sebagai aset lancar (current
asset) dan aset tidak lancar (non
current asset ) (PSAK No.1, 2009:18).
A. Aset
lancar (current asset) adalah aset yang berupa kas dan aset lainnya yang
diharapkan akan dapat diubah menjadi kas, atau dikonsumsi dalam satu tahun atau
dalam satu siklus operasi (Kieso, 2010:181 dalam YR Laili,2013).
Aset
lancar terdiri dari:
-Kas
dan Bank
-Surat
berharga (Marketable Securities)
-Deposito
Jangka Pendek
-Wesel
tagih yang jatuh temponya dalam waktu satu tahun
-Piutang
jangka pendek yang terdiri dari piutang usaha dan piutang lain-lain yang
tergolong lancar
-Persediaan
-Pembayaran
uang muka untuk pembelian aktiva lancar
-Biaya
dibayar dimuka
B.
Aset tidak lancar (non current
assets), adalah aset berwujud yang memiliki umur lebih dari satu tahun dan
tidak mudah diubah menjadi kas (YR Laili, 2013). Jenis aset tidak lancar ini
biasanya dibeli untuk digunakan untuk operasi dan tidak dimaksudkan untuk
dijual kembali.
Aset
tidak lancar dikelompokan dalam:
ü Investasi
atau penyertaan (investment)
Yang
dimaksudkan disini adalah investasi jangka panjang. Investasi meliputi:
· Investasi
dagang yaitu investasi yang ditujukan untuk mempermudah atau mempertahankan bisnis atau hubungan perdagangan, guna memperoleh sumber dana kas tambahan dalam
bentuk capital gain atau deviden.
·
investasi property adalah investasi pada tanah atau bangunan yang tidak digunakan untuk dioperasikan perusahaan,
tetapi dimaksudkan untik dimiliki selama beberapa tahun untuk mendapatkan penghasilan.
ü Aset tetap (fixed asset) menurut PSAK 16, paragraf 6a revisi 2014, adalah aset berwujud yang:
Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan
barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan Diharapkan digunakan selama lebih
dari satu periode.
Yang temasuk dalam aktiva
ini adalah :
- tanah
- gedung
- bangunan
- mesin dan peralatan
- kendaraan
- inventaris kantor
ü Aset tidak berwujud menurut PSAK 19 adalah aset non moneter yang dapat diidentifikasi tanpa wujud fisik
yang memilik kontrol fisik dan keuntungan dan memilik keuntungan ekonomis
dimasa depan. Karakteristik jenis aktiva ini adalah tingkat ketidakpastian mengenai nilai
dan manfaat di kemudian hari
Aktiva jenis ini meliputi :
·
hak paten
·
hak cipta
·
franchise
·
merek dagang
·
goodwill
ü Aset lain-lain (other investment) adalah pos-pos yang tidak dapat
secara layak digolongkan dalam aktiva
yang telah disebut sebelumnya.
Contohnya mesin yang tidak dipakai dan tanah yang tidak digunakan. Aktiva yang
diperlukan sebagai aktiva lain-lain adalah :
·
aktiva yang tidak digunakan untuk operasi
·
piutang kepada pemegang saham
·
beban yang ditangguhkan
·
aktiva jangka pendek yang tidak termasuk dalam
aktiva lancar
2.2 Karakteristik Aset
Karakteristik aset berkaitan dengan
criteria yang dapat digunakan untuk menentukan apakah transaksi tertentu diakui
sebagai elemen asset dalam laporan keuangan. Asset perlu didefinisikan karena
definisi tersebut akan digunakan untuk mengidentifikasi peristiwa ekonomi yang
harus diukur, diakui, dan dilaporkan dalam neraca.
APB (1970) dalam statement no.4 mendefinisikan asset
sebagai berikut: “Sumber-sumber ekonomi perusahaan yang diakui dan diukur
sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum, termasuk beban tangguhan
tertentu yang tidak berbentuk sumber ekonomi.
Definisi yang dikemukakan oleh APB, menunjukkan bahwa
asset merupakan sumber ekonomi perusahaan yang diakui berdasarkan Prinsip
Akuntansi Berterima Umum (PABU) di USA. APB lebih menekankan pengertian
tersebut pada sisi prosedur yang menunjukkan jumlah sumber-sumber ekonomi yang
dicatat dalam neraca dan tujuan utama perhitungan laba periodic.
Perubahan dasar dibuat oleh FASB yang memandang asset
dari sisi semantic (interpretasi). FASB(1980) mendefisikan asset sebagai
berikut: “Aset adalah manfaat ekonomi yang mungkin terjadi dimasa mendatang
yang diperoleh atau yang dikendalikan oleh suatu entitas tertentu sebagai
akibat transaksi atau peristiwa masa lalu.
Dari definisi diatas dapat diketahui bahwa definisi
asset memiliki 3 karakteristik utama, yaitu:
1. Memiliki Manfaat Ekonomi
Dimasa Mendatang
Sesuatu dikatakan sebagai aktiva apabila memiliki manfaat
atau potensi jasa yang cukup pasti dimasa mendatang.Artinya sesuatu tersebut
memiliki kemampuan baik secara individu maupun bersama-sama dengan aktiva lain
untuk menghasilkan aliran kas masuk dimasa mendatang, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
SFAC
No 6 menyebutkan bahwa manfaat ekonomi merupakan esensi sebenarnya dari aktiva.
Artinya aktiva harus memiliki kemampuan bagi suatu entitas untuk ditukar dengan
sesuatu yang lain yang memiliki nilai, atau digunakan untuk menghasilkan
sesuatu yang bernilai atau digunakan untuk melunasi hutang.Jadi manfaat ekonomi
masa mendatang yang melekat pada aktiva merupakan potensi dari aktiva tersebut
untuk memberikan sumbangan, baik langsung maupun tidak langsung, arus kas dan
setara kas kepada perusahaan. Praktisnya, manfaat ekonomi tersebut dapat
mengalir ke perusahaan dnegan cara seperti (IAI, 1994) .
a.
Dapat digunakan baik sendiri maupun
bersama aktiva lain dalam produksi barang dan jasa yang dijual oleh unit usaha.
b.
Dapat dipertukarkan dengan aktiva lain.
c.
Dapat digunakan untuk melunasi hutang.
d.
Dapat dibagikan kepada pemilik
perusahaan.
Menurut
Paton (1962), Aktiva merupakan kekayaan (properties) baik berbentuk fisik atau bentuk lainnya
yang memiliki nilai bagi suatu unit usaha. Sedang menurut Sprague (1907),
aktiva adalah persediaan atau potensi yang akan diterima atau dinikmati oleh
suatu unit usaha. Sedangkan Vatter (1947) mendefinisikan aktiva sebagai manfaat
ekonomi masa yang akan datang dalam bentuk potensi jasa yang dapat diubah,
ditukar, atau disimpan.
Manfaat ekonomi masa mendatang dapat juga berhubungan
dengan sumber-sumber ekonomi. Ada dua karakteristik utama yang dapat digunakan
untuk menunjukkan sumber-sumber ekonomi yaitu kelangkaan dan kemanfaatan. APB
dalam statement No 4 memberikan contoh sumber ekonomi perusahaan sebagai
berikut:
a. Sumber-sumber ekonomi yang
produktif
1. Bahan baku, tanah,
peralatan, paten, dan sumber-sumber lain yang digunakan dalam produksi.
2. Hak kontrak untuk menggunakan
sumber-sumber ekonomi milik unit usaha lain seperti hak guna bangunan dsb.
b. Produk yaitu barang yang
siap untuk dijual/ barang yang masih dalam proses produksi.
c. Uang
d. Klaim untuk menerima uang
e. Hak pemilikan pada
perusahaan lain
Dari
pengertian-pengertian tersebut menunjukkan bahwa asset merupakan sesuatu yang
ada sekarang dan memiliki kemampuan untuk memberikan jasa atau manfaat sekarang
dan masa mendatang. Sesuatu yang ada sekarang tersebut dapat berupa kekayaan
(property), hak atau klaim terhadap kekayaan, sumber-sumber ekonomi/persediaan
jasa dimasa mendatang.
Selanjutnya, apabila
diperhatikan definisi yang dikemukakan oleh FASB lebih menekankan pada sesuatu
yang nyata yang ada pada saat sekarang, yaitu pada manfaat ekonominya. Hal ini
disebabkan manfaat sesuatu barang dimasa mendatang belum tentu menjadi
kenyataan. Lebih lanjutnya, dapat diperhatikan bahwa menurut FASB jenis pos
tertentu dapat diklasifikasikan sebagai asset berdasarkan yang umum dinamakan
dengan sumber-sumber ekonomi. Jelah bahwa FASB bermaksud menyamakan asset
dengan sumber-sumber ekonomi perusahaan.
Definisi yang lebih
tepat untuk asset adalah sebagai sumber-sumber ekonomi yang dapat memberikan
manfaat ekonomi dimasa mendatang yang diperoleh atau dikendalikan atau dikuasai
oleh unit usaha tertentu sebagai akibat peristiwa peristiwa atau transaksi masa
lalu.
2. Dikuasai Oleh Suatu Unit Usaha
Sesuatu
dapat dikatakan sebagai aktiva bila unit usaha tertentu dapat menggunakan
manfaat aktiva tersebut dan menguasainya sehingga dapat mengendalikan akses
pihak lain terhadap aktiva tersebut. Jadi penguasaan terhadap suatu manfaat
merupakan faktor yang sangat penting agar suatu unit usaha dapat menghalangi
akses pihak lain terhadap pemakaian aktiva. Penguasaan dan pengendalian
terhadap suatu aktiva dapat diperoleh suatu unit usaha melalui pembelian,
pemberian, penemuan, perjanjian, produksi, penjualan dan pertukaran.
Perlu
diperhatikan bahwa kepemilikan bukan merupakan kriteria utama untuk mengakui
suatu aktiva. Kepemilikan umumnya dibuktikan dengan dokumen-dokumen yang sah
menurut hukum terhadap suatu barang. Hal ini disebabkan akuntansi tidak
memusatkan pada masalah hukum. Akuntansi lebih memusatkan pada subtansi ekonomi
suatu transaksi yang mempengaruhi posisi keuangan atau hasil usaha suatu
perusahaan. Kepemilikan hanya merupakan karakteristik untuk mengakui aktiva
karena ada hak yuridis yang pasti untuk menguasainya. Bentuk fisik bukan faktor
penentu dari aktiva.
3. Hasil dari transaksi masa lalu
Suatu
unit usaha dapat mengakui suatu aktiva apabila telah terjadi transaksi atau
peristiwa lain yang menyebabkan suatu entitas memiliki hak atau pengendalian
terhadap manfaat dari aktiva tersebut. Misalnya suatu mesin dapat
diklasifikasikan sebagai aktiva apabila mesin tersebut benar-benar telah dibeli
dari transaksi yang benar-benar sah. Apabila mesin tersebut baru akan diperoleh
sesuai dengan anggaran yang ditetapkan (masih dianggarkan), maka mesin tersebut
tidak dapat dipandang sebagai aktiva, karena belum ada transaksi yang
dilakukan. Meskipun definisi FASB tersebut dapat diterima secara umum, banyak
kritik yang ditujukan. Hal ini disebabkan dalam definisinya FASB mengabaikan
faktor exchangeability, yang artinya suatu pos dapat dipisahkan dari entitas
dan memiliki nilai jual yang terpisah. Mac neal mengatakan bahwa suatu barang
kehilangan faktor exchangeability berarti kehilangan nilai ekonomi karena
pembelian atau penjualannya tidak memungkinkan untuk dilakukan sehingga tidak
ada nilai pasar yang melekat pada barang tersebut.
2.3
Konsep Penilaian Aset
Konsep
penilaian berkaitan dengan masalah penentuan makna yang ingin disampaikan pada
pemakai laporan terhadap aktiva yang bersangkutan. Konsep penilaian harus
didasarkan pada nilai pertukaran atau konversi.
a.
Dasar penilaian
Penilaian
aktiva berkaitan dengan penentuan nilai pertukaran dari aktiva tersebut.
Hendriksen (1982) menyebutkan bahwa ada dua jenis pertukaran yang dapat
digunakan yaitu nilai keluaran (output values) dan nilai masukan (input values).
Nilai keluaran menunjukan aliran dana (kas) yang diperkirakan akan diterima
perusahaan dimasa mendatang sesuai dengan harga pertukaran output/produk yang
dihasilkan perusahaan. Sedangkan Nilai masukan menunjukan jumlah rupiah yang
harus dikeluarkan perusahaan untuk memperoleh aktiva yang akan digunakan dalam
kegiatan operasi perusahaan.
1.
Nilai keluaran (Output Values)
Nilai
keluaran didasarkan pada jumlah kas atau non kas yang diterima suatu unit usaha
bila suatu aktiva atau potensi jasa akhirnya keluar dari unit tersebut karena
suatu pertukaran. Apabila nilai tersebut tidak relevan, ada dasar lain yang
dapat digunakan, yaitu:
·
Discounted Future Cash Receipts or
Service Potential
Adalah
nilai sekarang kas masa yang akan diterima perusahaan seandainya aktiva
tersebut dijual. Dasar ini dapat digunakan apabila harapan penerimaan
kas/setaranya dapat ditaksir cukup pasti dan jangka waktu penerimaan cukup
panjang, tetapi saat/tanggal penerimaannya pasti. Dasar penilaian ini dapat diterapkan untuk investasi
dalam bentuk obligasi, piutang wesel jangka panjang, dan deposito berjangka.
Konsep
penilaian tersebut memerlukan adanya taksiran terhadap jumlah yang akan
diterima, faktor diskonto, dan periode waktu penerimaan.
Meskipun dasar penilaian ini
memiliki validitas dalam penilaian
bagi investor, namun penerapannya memiliki beberapa kelemahan, terutama bila
diterapkan untuk aktiva individual. Alasannya adalah sebagai berikut :
v Penerimaan
kas yang diharapkan umumnya tergantung pada distribusi probabilitas yang
bersifat subyektif dan tidak dapat diuji kebenarannya.
v Meskipun
tingkat diskonto dapat diperoleh, tetapi penyesuaian terhadap preferensi
diskonto memerlukan evaluasi khusus bagi manajemen dan mungkin sulit diterima
oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
v Apabila
ada dua faktor atau lebih termasuk sumber daya manusia (yang dianggap sebagai
aktiva fisik) memberikan kontribusi pada produk perusahaan yang pada akhirnya
menghasilkan aliran kas, namun alokasi yang logis untuk memisahkan faktor
potensi jasa secara individu sulit dilakukan.
v Nilai
diskontoan dari aliran kas yang berbeda untuk masing-masing aktiva tidak dapat
ditambahkan bersama untuk memperoleh nilai perusahaan secara keseluruhan.
·
Harga keluaran sekarang (Current Output
Price)
Apabila produk perusahaan umumnya
dijual di pasar yang terorganisir, harga pasar sekarang merupakan dasar yang
rasional untuk menilai besarnya harga jual dimasa mendatang. Ada beberapa
kelemahan yang melekat pada dasar penilaian ini. Pertama, dasar penilaian
tersebut hanya dapat diterapkan untuk aktiva yang pemiliknya dimaksudkan untuk
dijual seperti persediaan, surat berharga, peralatan dan tanah yang tidak
memiliki manfaat lagi untuk kegiatan operasi perusahaan.
Kedua,
dasar penilaian ini merupakan pengganti harga jual masa mendatang sehingga
relevansi pemakaiannya menimbulkan masalah. Harga jual sekarang menunjukan
jumlah yang akan dibayar pembeli dan tidak perlu menunjukan jumlah yang akan
dibayar di masa mendatang kecuali dalam keadaan ceteris paribus.
Ketiga,
semua aktiva dapat dinilai atas dasar harga jual sekarang, sehingga metode
penlaian yang berbeda harus digunakan untuk menilai aktiva yang berbeda pula.
· Nilai
setara kas sekarang (Current Cash Equivalent)
Nilai
setara kas sekarang menunjukkan jumlah kas atau daya beli umum yang dapat
diperoleh dengan menjual setiap aktiva berdasarkan keadaan perusahaan normal.
Nilai setara kas sekarang dianggap relevan karena menunjukan kondisi perusahaan
dalam hubungannya dengan penyesuaian keadaan lingkungan.
Kesulitan
utama dari konsep ini adalah perlunya penyesuaian untuk memisahkan pos yang
tidak memiliki harga pasar sekarang, misalnya peralatan khusus yang tidak dapat dijual
seperti aktiva tidak berwujud. Kelemahan kedua adalah nilai setara kas sekarang
tidak memiliki sifat yang dapat ditambahkan. Penjumlahan masing-masing asset tidak sama dengan
nilai total asset sebagai satu kelompok.
Penjualan asset secara keseluruhan atau perusahaan adalah lebih relevan
dibandingkan penjualan asset secara individu
·
Nilai likuidasi (Liquidation Values)
Nilai likuidasi
sama dengan harga jual sekarang atau nilai setara kas sekarang, dengan
perbedaan bahwa nilai keluarannya diperoleh dari kondisi pasar yang berbeda. Nilai setara kas sekarang menggunakan kegiatan
perusahaan normal dengan anggapan likuidasi dilakukan secara teratur. Sedangkan
likuidasi didasarkan pada anggapan penjualan secara terpaksa. Dengan kata lain,
unit usaha tidak dapat menjual produk atau assetnya dalam kondisi penjualan
normal sehingga harganya dibawah cost. Nilai Likuidasi hanya
digunakan dalam kondisi berikut:
v Bila
produk/aktiva lainnya kehilangan manfaat normal sehingga menjadi usang atau
tidak laku dijual.
v Bila
unit usaha merencanakan untuk membubarkan usahanya dalam waktu dekat sehingga
tidak dapat menjual seluruh aktiva di pasar yang normal.
2.
Nilai Masukan (Input Values)
Dalam menilai aktiva,
nilai masukan sering dianggap tepat daripada nilai keluaran karena nilai
tersebut lebih dapat diuji kebenarannya atau nilai tersebut tidak memungkinkan
dilakukannya pelaporan pendapatan sebelum pendapatan benar-benar terealisasi. Dengan kata lain, meskipun nilai keluaran untuk
penyajian laporan keuangan secara konseptual lebih baik, namun dalam kondisi
tertentu nilai masukan dipandang lebih tepat. Hal ini disebabkan nnilai masukan
dapat menunjukkan nilai maksimum atau produk perusahaan tidak memiliki harga
pasar sehingga tidak mungkin untuk memperoleh nilai keluaran.
Dasar yang dapat digunakan untuk nilai masukan adalah sebagai berikut:
Ø Cost
Histories
Cost merupakan harga
pertukaran barang dan jasa pada saat terjadinya. Apabila pertukaran menyangkut
asset non moneter, harga pertukaran ditentukan oleh nilai wajar(pasar) asset
tersebut saat terjadi pertukaran. Jadi, cost menunjukan semua
pengorbanan ekonomi dalam bentuk unit moneter yang dikeluarkan dalam rangka
memperoleh barang/jasa sampai siap digunakan untuk operasi perusahaan. Kebaikan
konsep ini yaitu bahwa cost dapat diuji kebenarannya (verifiable), karena
merupakan harga kesepakatan antara pembeli dan penjual dalam kondisi yang
bebas. Kelemahan utama dasar penilaian ini adalah bahwa nilai aktiva akan
berubah sepanjang waktu sehingga cost tersebut tidak dapat menunjukan nilai
yang sebenarnya dari aktiva yang bersangkutan. Kelemahan lain, cost historis tidak menunjukan adanya pengakuan
untung atau rugi pada periode tertentu yang benar-benar terjadi. Disamping itu, cost asset yang diperoleh pada waktu
yang berbeda tidak dapat ditambahkan bersama-sama dalam neraca, karena ,
memiliki daya beli yang berbeda.
Ø Cost
masukan terkini (Current Input Cost)
Menunjukan
harga pertukaran yang harus dikorbankan pada saat sekarang untuk memperoleh
aktiva yang sejenis dalam kondisi yang sama. Dasar ini dapat digunakan apabila
ada bukti pendukung yang kuat untuk menentukan besarnya cost masukan terkini.
Cost masukan terkini menjadi dasar penilaian yang penting terutama dalam
penyajian informasi yang menunjukan pengaruh inflasi terhadap perusahaan. Istilah umum yang sering digunakan untuk menunjukkan
dasar penilaian ini adalah cost pengganti (replacement cost). Dasar ini dapat
diterapkan untuk menilai persediaan barang dan asset yang lain.
Ø Discounted
future cost
Menunjukkan
nilai sekarang pengorbanan ekonomi dimasa mendatang seandainya potensi jasa
tertentu diperoleh sekaligus pada saat sekarang. Syarat utama digunakannya
penilaian ini adalah adanya kepastian tentang harga potensi jasa di masa
mendatang atau setidaknya dapat ditaksir dengan cukup pasti. Pos asset berwujud dapat menggunakan dapat menggunakan
dasar penilaian ini. Kelemahannya sama dengan cost hitoris dan discounted
future service potential.
Ø Standart
cost
Menunjukkan
cost sekarang dalam kondisi perusahaan beroperasi pada tingkat efisiensi dan
kapasitas produksi normal. Dalam
penerapannya, dasar ini dimaksudkan untuk menghilangkan factor inefisiensi. Dasar
penilaian
ini dapat diterapkan pada persediaan barang jadi dan beberapa fasilitas fisik
yang dibangun sendiri. Jumlah rupiah yang akan dicatat untuk suatu potensi jasa
adalah jumlah rupiah yang seharusnya terjadi pada kondisi efisien dan kapasitas
produksi perusahaan yang diharapkan.
Kelemahan utamanya terletak pada jenis cost
standar yang digunakan dan cara untuk menerapkannya. Pemakaian dasar ini
nantinya akan menyebabkan aktiva dinilai terlalu rendah karena adanya usaha
untuk mengeluarkan cost yang berasal dari inefisiensi dan kapasitas mengganggur.
2.4
Pengukuran Aset
Pengukuran berarti memberi
nilai-nilai numerical (kuantifikasi) dalam satuan moneter atas aktiva, bukan
pengukuran dalam satuan fisik, walaupun pengukuran secara umum dapat dilakukan
dalam satuan fisik dan dapat pula dalam satuan moneter. Di dalam
akuntansi, istilah pengukuran dan penilaian sering tidak dibedakan karena
adanya asumsi bahwa akuntansi menggunakan unit moneter untuk mengukur makna
ekonomik (economic attribute) suatu objek, pos, atau elemen. Pengukuran
biasanya digunakan dalam akuntansi untuk menunjuk proses penentuan jumlah
rupiah yang harus dicatat untuk objek pada saat pemerolehan. Penilaian biasanya
digunakan untuk menunjuk proses penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan
pada tiap elemen atau pos statemen keuangan pada saat penyajian.
Adapun
tujuan pengukuran dan penilaian aset adalah sebagai berikut:
·
Sebagai salah satu langkah dalam
penentuan laba .
·
Sebagai salah satu langkah dalam proses penyajian
posisi keuangan.
·
Memenuhi kebutuhan informasi yang ingin
dicapai dalam pelaporan keuangan.
·
Memenuhi kebutuhan informasi khusus yang
memerlukan penilaian untuk kepentingan manajemen.
2.5
Pengakuan
Aset
Penentuan definisi asset merupakan langkah pertama dalam proses
identifikasi suatu asset. Sementara pengakuan merupakan pencatatan suatu jumlah
rupiah kedalam struktur akuntansi atau system pembukuan sehingga jumlah
tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi posisi keuangan dan hasil usaha
perusahaan. Dengan demikian, apabila jumlah rupiah tertentu diakui sebagai
asset maka jumlah tersebut akan mempengaruhi posisi keuangan atau hasil usaha dan akan tampak pada neraca. Pada umumnya
pengakuan aset dilakukan bersamaan dengan adanya transaksi, kejadian, atau
keadaan yang mempengaruhi aset.
Disamping memenuhi definisi aset, kriteria keterukuran, keberpautan, dan
keterandalan harus dipenuhi pula. Menurut Sterling, Belkaoui (1993) menunjukkan
kondisi perlu (necessary) dan kondisi cukup (sufficient) yang
merupakan penguji (test) yang cukup rinci untuk mengakui aset
tersebut, yaitu:
1)
Deteksi adanya aset (detection of existence
test). Untuk mengajui aset, harus ada transaksi yang menandai timbulnya
aset.
2)
Sumber
ekonomik dan kewajiban (economic resources and obligation test).
Untuk mengakui aset, suatu objek harus merupakan sumber ekonomik yang langka,
dibutuhkan dan berharga.
3)
Berkaitan dengan entitas (entity association
test). Untuk mengakui aset, kesatuan usaha harus mengendalikan atau
menguasai objek aset.
4)
Mengandung nilai (non-zero magnitude test).
Untuk mengakui aset, suatu objek harus mempunyai manfaat yang terukur secara
moneter.
5)
Berkaitan dengan waktu pelaporan (temporal
association test). Untuk mengakui aset, semua penguji di atas harus
dipenuhi pada tanggal pelaporan (tanggal neraca).
6)
Verifikasi (verification test). Untuk mengakui aset,
harus ada bukti pendukung untuk meyakinkan bahwa kelima penguji diatas
dipenuhi.
Yang
dikemukakan Belkoui di atas sebenarnya adalah apa yang disebut dengan kaidah
pengakuan (recognition rules) yang merupakan petunjuk teknis atau
prosedur untuk menerapkan empat kriteria pengakuan (recogniton criteria)
FASB yaitu definisi, keterukuran, keberpautan, dan keterandalan. Kaidah
tersebut diperlukan karena kriteria pengakuan sifatnya konseptual atau umum.
–
Definisi, maksudnya adalah bahwa suatu hasil transaksi akan
masuk dalam struktur yang selanjutnya dilaporkan dalam
laporan keuangan kalau memenuhi definisi elemen laporan keuangan
–
Measurability, maksudnya adalah bahwa kejadian atau pos tertentu
harus mempunyai makna tertentu yang dapat diukur jumlah rupiahnya dengan
reabilitas yang cukup tinggi
–
Relevance, maksudnya adalah bahwa informasi yang terkandung dalam kejadian atau pos
mempunyai daya untuk membuat suatu perbedaan dalam keputusan pemakai informasi
–
Reliability, maksudnya adalah bahwa informasi tersebut menggambarkan keadaan yang dipresentasikan
secara tepat, teruji (verifiable) dan netral.
Praktik menunjukkan bahwa banyak aturan yang digunakan untuk
mengidentifikasikanaset tertentu yang dapat diuraikan menjadi beberapa
criteria. Oleh karenaitu, perlu dibuat perbedaan antara aturan atau ketentuan
pengakuan dengan kriteria pengakuan. Aturan pengakuan menunjukkan aturan khusus
yang digunakan untuk mengidentifikasi asset tertentu. Sedangkan criteria
pengakuan merupakan pedoman umum yang digunakan untuk memformulasikan aturan
pengakuan. Tujuan akuntansi adalah memberikan dasar bagi criteria pengakuan,
yaitu menyediakan informasi yang relevan dan reliable. Kam (1992) memberikan
beberapa criteria untuk mengakui suatu asset. Criteria tersebut tidak
dimaksudkan untuk melengkapi criteria yang telah ada dan juga tidak bersifat
mutually exclusive. Adapun criteria yang diajukan oleh Kam adalah sebagai
berikut:
a.
Didasarkan Pada
Hukum
Pengakuan terhadap asset tergantung pada konsep legal dari asset yang
bersangkutan. Pencatatan terhadap piutang dagang pada saat penjualan dan
pembelian asset menunjukkan hak legal untuk menggunakan manfaat yang ada pada
asset. Criteria ini berhubungan dengan informasi akuntansi yang relevan dan
reliable.
b.
Pemakaian Prinsip
Konservatif
Prinsip konservatif mensyaratkan perlunya mengantisipasi kerugian dari pada
keuntungan. Dengan demikian, biaya, rugi/utang dapat diakui atau dicatat lebih
awal meskipun masih dalam tahap kemungkinan akan terjadi. Sebaliknya, asset,
pendapatan atau untung hanya dicatat apabila benar-benar telah terealisasi atau
terjadi. Misalnya, perusahaan sedang dituntut dipengadilan. Pada kondisi
demikian, apabila ada kemungkinan perusahaan mengalami rugi maka hutang harus
segera dicatat.
c.
Makna atau
Substansi Ekonomi Suatu Transaksi
Apabila suatu transaksi ditinjau dari makna ekonominya telah terjadi, maka
suatu pos dapat segera dicatat dan dilaporkan dalam laporan keuangan. Criteria
ini dimaksudkan untuk menentukan makna ekonomi dari suatu transaksi yang
berhubungan dengan pelaporan informasi yang relevan dengan tetap mempertahankan
fsktor materialitas.
d.
Kemampuan Mengukur
Nilai Asset
Jika akuntan tidak dapat mengukur nilai aset baik dengan cara arbitrer
maupun cara lain maka aset tersebut tidak dapat dicatat. Kondisi ini merupakan
alasan utama mengapa sumber daya manusia tidak dicatat sebagai suatu asset.
Keterukuran ini berhubungan dengan reliabilitas informasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh entitas sebagai
akibat dari peristiwa masa lalu dan darimana manfaat ekonomi dimasa depan
diharapkan akan diperoleh entitas. Aset digolongkan menjadi 2, yaitu aset
lancar (current asset) dan aset tidak lancar. definisi asset memilik 3
karakteristik utama, yaitu: Memiliki Manfaat Ekonomi Dimasa Mendatang, Dikuasai
Oleh Suatu Unit Usaha, Hasil dari transaksi masa lalu.
Konsep penilaian berkaitan
dengan masalah penentuan makna yang ingin disampaikan pada pemakai laporan
terhadap aktiva yang bersangkutan. Dasar penilaian aset
dibedakan menjadi nilai masukan dan nilai keluaran. Nilai masukan Nilai masukan
menunjukan jumlah rupiah yang harus dikeluarkan perusahaan untuk memperoleh
aktiva yang akan digunakan dalam kegiatan operasi perusahaan. Dasar yang dapat
digunakan untuk nilai masukan adalah: Cost Histories, Cost masukan terkini
(Current Input Cost), Discounted future cost, Standart cost. Sedangkan Nilai
keluaran menunjukan aliran dana (kas) yang diperkirakan akan diterima
perusahaan dimasa mendatang sesuai dengan harga pertukaran output/produk yang
dihasilkan perusahaan. ada dasar lain yang dapat digunakan, yaitu: Discounted
Future Cash Receipts or Service Potential, Harga keluaran sekarang (Current
Output Price), Nilai setara kas sekarang (Current Cash Equivalent), Nilai
likuidasi (Liquidation Values).
Di dalam akuntansi, istilah
pengukuran dan penilaian sering tidak dibedakan karena adanya asumsi bahwa
akuntansi menggunakan unit moneter untuk mengukur makna ekonomik (economic
attribute) suatu objek, pos, atau elemen. Pengukuran biasanya digunakan dalam
akuntansi untuk menunjuk proses penentuan jumlah rupiah yang harus dicatat
untuk objek pada saat pemerolehan. Penilaian biasanya digunakan untuk menunjuk
proses penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada tiap elemen atau pos
statemen keuangan pada saat penyajian.
Pengakuan merupakan pencatatan suatu jumlah rupiah kedalam struktur
akuntansi atau system pembukuan sehingga jumlah tersebut pada akhirnya akan
mempengaruhi posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan. Pada umumnya
pengakuan aset dilakukan bersamaan dengan adanya transaksi, kejadian, atau keadaan
yang mempengaruhi aset.
Disamping memenuhi definisi aset, kriteria keterukuran, keberpautan, dan
keterandalan harus dipenuhi pula.
Daftar
Pustaka
Ghozali, Imam. Dan A.Chariri. 2007. Teori Akuntansi Edisi 3. Semarang:Undip Semarang
YR Laili .2013. PENGARUH PENERAPAN
KONVERGENSI IFRS TERHADAP PENILAIAN
ASET DENGAN MENGGUNAKAN KONSEP FAIR VALUE, Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya, Surabaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar