BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sebagai sistem kehidupan mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT
(al-ibadat), dan hubungan manusia dengan makhluk (al-muamalah) dalam seluruh
aspek ekonomi, politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan negara. Prinsip ajaran Islam pada dasarnya memecahkan semua masalah kehidupan yang
tidak bertentangan dengan fitrah manusia. Ajaran Islam merupakan dasar semua
perbaikan sosial, yang tidak hanya terbatas pada secara makro sesuatu
perekonomian tidak terlepas dari peran pemerintah, dimana menurut Maududi
pemerintah tidak menggunakan kekerasan dalam memimpin suatu Negara, kembali
pada subjek masalah zakat
dan pajak.
Pajak
dan zakat adalah dua kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap warga negara.
Dengan double duties ini terlihat bahwa di satu sisi masyarakat muslim telah
dibebani dengan kewajiban untuk menunaikan zakat, namun di sisi lain sebagai
warga negara juga memiliki tanggungan wajib pajak. Di satu pihak janji
dan ancaman Allah terkait membayar dan melalaikan zakat yang harus dipatuhi,
dan di pihak lain sanksi negara telah menanti apabila ia tidak membayar
kewajiban pajak. Zakat dan pajak meskipun
keduanya merupakan kewajiban dalam bidang harta, namum keduanya merupakan
falsafah yang khusus yang keduannya berbeda sifat dan asasnya, berbeda
sumbernya, sasaran,bagian serta kadarnya, disamping itu berbeda pula prinsip,
tujuan dan jaminan
B. Rumusan Masalah
1.
Hubungan zakat dan pajak dalam
perspektif Islam?
2.
Perbedaan antara zakat dan pajak?
3. Zakat dan Pajak sebagai Kebijakan
Fiskal dalam Islam?
C. Tujuan
Untuk
mengetahui dan menambah wawasan ilmu pengetahuan mengenai hubungan antara zakat
dan pajak dalam Islam, perbedaan-perbedaan antara zakat dan pajak, serta
kebijakan zakat dan pajak dalam Islam.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
Kebijakan
fiskal dalam pemerintahan islam, telah dikenal sejak zaman Rasulullah SAW. Pada masa itu Baitul Mal sebagai
lembaga pengelolaan keuangan Negara. Salah satu kebijakan fiskal yang memiliki pengaruh penting
dalam negara sebagai sumber penerimaan untuk kepentingan bangsa ialah pajak.
Dalam sejarahnya pajak sudah
dikenal sejak ratusan tahun atau lebih dari seribu tahun yang lalu. Dalam
pengertiannya secara umum, pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara
berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa
timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.
Pajak menurut syariah, secara
etimologi kata “pajak” berasal dari
bahasa arab yang
disebut dengan istilah dharibah yang artinya mewajibkan,
menetapkan, menentukan, memukul, menerangkan atau membebankan. Secara bahasa
maupun tradisi, dharibah dalam penggunaannya memang mempunyai banyak
arti, namun para ulama memakai dharibah untuk menyebut harta yang
dipungut sebagai kewajiban. Hal ini tampak jelas dalam ungkapan bahwa jizyah
dan kharaj dipungut secara dharibah, yakni secara wajib. Bahkan
sebagian ulama menyebut kharaj merupakan dharibah. Jadi, secara harfiah dharibah adalah harta
yang dipungut secara wajib oleh negara untuk selain jizyah dan kharaj,
sekalipun keduanya secara awam bisa dikategorikan dharibah.
Dalam kebijakan terhadap
pendapatan
dan penerimaan ekonomi negara untuk kepentingan kesejahteraan
masyarakat, tidak hanya bersumber dari pajak saja untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
di negara tersebut, tetapi dalam Ekonomi Islam di sektor penerimaan pemerintah
bersumber dari pendapatan rutin seperti zakat. Zakat merupakan rukun Islam ketiga dan pungutan wajib kepada
semua umat Muslim. Zakat ini mulai diwajibkan pembayaranya pada tahun ke
Sembilan hijriyah. Hampir seluruh pekerjaan pada masa Rasulullah tidak
mendapatkan upah, tetapi mereka diperbolehkan mendapatkan bagian dari rampasan
perang. Zakat secara bahasa adalah kata dasar dari zaka yang berarti berkah,
tumbuh, bersih, berkembang dan baik, jadi menurut istilah zakat ialah jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang
beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir
miskin dan sebagainya) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh syariah.
BAB
III
PEMBAHASAN
A. Hubungan Zakat dan Pajak Dalam Perspektif Islam
Zakat dan pajak
merupakan dua istilah yang berbeda dari segi sumber atau dasar pemungutannya,
namun sama dalam hal sifatnya sebagai upaya mengambil atau memungut kekayaan dari
masyarakat untuk kepentingan agaama dan sosial. Membahas hubungan antara zakat
dan pajak disebabkan dari beberapa hal diantaranya yaitu zakat dan pajak
merupakan hal yang signifikan di dalam upaya untuk mensejahterakan rakyat. Zakat
dan pajak memiliki kesamaan, memiliki unsur paksaan, keduanya harus disetorkan
kepada lembaga masyarakat (negara), keduanya tidak menyediakan imbalan
tertentu, dan keduanya memiliki tujuan kemasyarakatan, ekonomi, politik di
samping tujuan keuangan. Zakat dan pajak memiliki perbedaan dalam beberapa hal,
yakni dalam hal nama dan etika, hakikat dan tujuan, nishab dan ketentuan,
kelestarian dan kelangsungan, pengeluaran, dalam hal hubungan dengan penguasa,
dan dalam hal maksud dan tujuannya.
Mengenai hukum pajak dalam Islam, ada dua pandangan yang
dapat muncul, seperti pandangan pertama yakni menyetujui kebolehan dari adanya
pajak, sedangkan pandangan kedua yakni yang memandang bahwa penarikan pajak
merupakan suatu tindakan kezhaliman dan hal tersebut merupakan haram. Pajak ialah
suatu hal yang diperbolehkan, pendapat ini diambil dengan menganggap bahwa
pajak ialah sebagai ibadah tambahan setelah adanya zakat. Pajak ini bahkan bisa
jadi menjadi wajib karena sebagai bentuk ketaatan kepada waliyyul amri, yang
disebut amri ini dapat disebutkan sebagai pemerintah.
Mengenai hubungan
antara zakat dan pajak sebenarnya bukanlah masalah yang baru dalam Islam.
Berdasarkan jejak rekam sejarah, setidaknya masalah tersebut telah terjadi
semenjak pasukan muslimin yang baru saja berhasil menaklukkan Irak (Ardun
Sawad). Kemudian setelah terjadi perdebatan panjang, khalifah Umar Ibn Khattab
R.A berijtihad untuk tidak membagikan harta rampasan perang tersebut
(menjadikan Ardun Sawad sebagai Fai’), dengan mempertimbangkan generasi
mendatang. Akan tetapi, tanah taklukan tersebut dikenakan Kharaj (Pajak) kepada
penduduk sekalipun telah memeluk ajaran Islam. Semenjak itulah, tonggak awal
diberlakukannya kewajiban pajak disamping zakat (Kharaj dan Ushr) bagi kaum
muslimin berlandaskan ketentuan–ketentuan syariat Islam. Dan ketentuan tersebut berlanjut hingga masa
dauliyyah (Daulah Umayyah, Abbasiyyah, dan terakhir daulah Utsmaniyyah).
Zakat adalah ibadah maaliyah ijtima'iyyah
yang memiliki posisi yang sangat penting, strategis dan menentukan, baik dari
sisi ajaran maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat. Menurut Muhammad
Abdul Mannan, salah seorang pemikir ekonomi islam di era kontemporer, Beliau memandang
zakat sebagai poros utama keuangan publik Islam. Zakat bukan
pula pajak, namun
justru dipandang sebagai sumber utama pendapatan dan juga "a religious obligation". Muhammad
Abdul Mannan menegaskan bahwa Zakat memang tidak memilik efek merugikan dalam
motivasi bekerja. Justru yang terjadi adalah sebaliknya yaitu membangkitkan
semangat untuk bekerja.
Akan tetapi seiring
dengan kemunduran peradaban Islam disertai hegemoni peradaban barat, hukum
Syar’i semakin ditinggalkan dan digantikan dengan Hukum Wad’i (buatan manusia),
Implikasinya berbagai penyimpangan tidak terelakkan bahkan penyalahgunaan fungsi
dari pajak tidak dapat dihindarkan, fungsi zakat sebagai pemasukan negara
dikebiri dan menggantikannya dengan pajak. Lahirnya dokumen Magna Carta di
inggris (1215), Revolusi Prancis (1789) dan Revolusi Amerika (1775–1781) dengan
jargonya yang terkenal “No Taxation without representation, Taxation without
representation is tyranny, Taxation without representation is robbery”
merupakan bukti konkrit dari adanya penyimpangan-penyimpangan dan ketidakpuasan
rakyat terhadap ketentuan–ketentuan perpajakan yang berlebihan dan semena–mena
oleh para penguasa.
Di masa kini, pajak
merupakan sumber pemasukan terbesar bagi negara, mengingat semakin bertambahnya
pegawai negara, dan juga bertambahnya kewajiban serta tanggung jawab negara di
bidang ekonomi maupun sosial. Di tengah menguatnya peranan pajak sebagai
pemasukan negara, secara bersamaan muncul pula kesadaran umat untuk membayar
zakat serta peran zakat sebagai sarana untuk menanggulangi permasalahan ekonomi
maupun sosial. Dua hal ini memantik beberapa permasalahan penting mengingat
adanya perbedaan antara keduanya (pajak dan zakat) yaitu timbulnya dualisme
pemungutan (pajak dan Zakat) atas objek yang sama. Dualisme pemungutan ini pada
gilirannya tentu akan menyulitkan pemilik harta atau pemilik penghasilan.
Kontraksi dana dengan dualisme sistem ini potensial menimbulkan efek yang kontraproduktif
dalam konteks mensejahterakan rakyat.
B.
Perbedaan
Zakat dan Pajak
Meskipun
pajak dan zakat pada dasarnya hampir sama dalam tujuannya yakni meningkatkan
kesejahteraan sosial melalui dana yang didapat dari masyarakat, sebenarnya
terletak beberapa perbedaan yang mencolok yang menjadikan kedudukan pajak dan
zakat tidak bisa disamakan. Zakat jika diperhatikan secara
mendalam dari perspektif ilmu pajak konvensional, dapat di golongkan sebagai
pajak karena ia adalah iuran yang dipaksakan (non voluntary) oleh negara-Islam
dan juga digunakan untuk agar terjadi aspek pemerataan kepada masyarakat dimana
pajak dipungut. Zakat juga dipungut oleh administrasi baitul maal (lembaga
keuangan negara). Perbedaan yang paling utama adalah bahwasanya tujuan zakat
adalah untuk langsung ditujukan kepada orang tidak mampu atau yang berhak untuk
menerima zakat tersebut, sedangkan pajak digunakan untuk skup yang lebih luas,
yaitu pembiayaan pengeluaran negara untuk pembangunan infrastruktur pembangunan
juga untuk dialokasikan untuk pemeratan sosial. Berikut ini perbedaan antara zakat dan pajak ini dapat
dijelaskan satu-persatu lebih rinci mengenai perbedaan-perbedaan tersebut,
diantaranya :
v Perbedaan yang paling dasar dari
keduanya terletak pada sumber perintahnya. Pajak bersumber dari pemerintah yang
telah menetapkan pajak tersebut melalui Undang-Undang disertai persetujuan dari
parlemen atau DPR, sedangkan zakat bersumber dari perintah Allah SWT yang wajib
dijalankan umat Islam untuk menjadi orang yang beriman.
v Dari segi pelakunya dimana dalam
pajak, seluruh masyarakat berkewajiban membayar pajak kepada pemerintah sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, sedangkan dalam zakat hanya umat Islam saja yang
diwajibkan melakukannya.
v Perbedaan selanjutnya terletak pada
objek penerima dari dua dana ini. Pajak dipungut oleh pemerintah dimaksudkan
untuk kepentingan sosial dan untuk kepentingan orang yang membutuhkan. Padahal
ini rentan terjadi salah sasaran dimana justru orang yang telah berkecukupan
malah mendapat apa yang menjadi hak dari orang yang membutuhkan. Sedangkan
dalam zakat, pada surat At-Taubah ayat 60 menjelaskan hanya ada delapan
golongan saja yang berhak menerima zakat tersebut.
v Berikutnya terletak pada segi
hukumnya. Untuk pajak, pandangan mengenai hukum dari pajak itu sendiri sampai
saat ini masih terbagi menjadi dua pandangan, yakni pandangan pertama yang
menganggap pajak itu boleh bahkan wajib mengingat wajibnya mentaati pemimpin
dan pandangan kedua yang menganggap haram dengan landasan ayat Al-Qur’an serta
hadits, sedangkan zakat yang merupakan salah satu rukun Islam menjadikannya
jelas bahwa hukumnya ialah wajib karena merupakan perintah langsung dari Allah
SWT.
v Dalam pajak tidak ada ketentuan yang
jelas dalam jumlah nominalnya kecuali ditentukan oleh pemerintah di tempat
tertentu, sedangkan dalam zakat, ketentuan kadar dalam pemberian sebagian harta
untuk zakat telah ditentukan oleh Allah SWT bagi orang yang mempunyai harta
yang telah sampai nishabnya.
v Maksud dan tujuan. Zakat memiliki
tujuan spiritual dan moral yang lebih tinggi dari pajak. Berdasarkan
point-point di atas dapatlah dikatakan bahwa "zakat adalah ibadat dan juga
pajak sekaligus". Karena sebagai pajak, zakat merupakan kewajiban berupa harta
yang pengurusannya dilakukan oleh negara. Bila seseorang tidak mau membayarnya
sukarela, Negara memintanya secara paksa kemudian hasilnya digunakan untuk
membiayai proyek-proyek untuk kepentingan masyarakat.
C.
Zakat dan Pajak sebagai Kebijakan
Fiskal dalam Islam
Adam Smith dan Yusuf Qordhowi sama-sama memiliki empat asas
dalam zakat dan pajak. Ajaran zakat dan pajak harus adil dan memenuhi empat
syarat yaitu asas equality dan equity, certainty, convenience of
payment, dan economics of collection. Asas “Equality”, yaitu
sedapat mungkin setiap subjek pajak hendaknya memikul beban pajak sesuai dengan
kemampuannya, yaitu sesuai dengan penghasilannya di bawah perlindungan
pemerintah. Asas ini dalam Islam dikenal dengan “Qa’idah al-‘adalah”. Keadilan
dituntut dalam segala sendi kehidupan. Asas “Certainty”, yaitu pajak
yang harus dibayarkan hendaknya merupakan sesuatu yang pasti dan tidak mengenal
kompromi.
Islam mengenalnya dengan “al-Yaqini”, hal ini lebih
jelas di dalam zakat karena Rasulullah SAW telah menegaskan dengan sangat jelas
batas-batas objek zakat, nishab, tarif wajib dan masa penyerahannya. Asas “Convenience
of Payment”, yaitu setiap pajak hendaknya dipungut pada saat dan keadaan
yang paling baik yaitu di saat dan pada keadaan yang paling baik, yaitu di saat
wajib pajak yang bersangkutan mampu membayar atas saat diterimanya penghasilan.
Asas ini di dalam syariat Islam dikenal dengan “Qa’idah al-Mu’amalah”
sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur’an Surat Al-An’am (6): 141 yang artinya :
Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak
berjunjung, pohon korma, tanaman-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun
dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah
dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan tunaikanlah haknya
di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan
janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan (Q.S. Al-An’am (6): 141)
Asas “Economy of Collection”, yaitu pemungutan pajak
hendaknya dilakukan sehemat mungkin agar biaya pemungutan tidak lebih besar
dari penerimaan pajaknya sendiri. Pemungutan pajak harus dengan biaya yang
serendah-rendahnya. Islam memiliki kaidah yang setara dengan asas tersebut
yaitu “Qa’idah al-Iqtishod”. Di dalam sistem perpajakan, akidah ini
sangat diperhatikan. Tidak ekonomis berarti boros. Orang yang berbuat boros
adalah mubadzir, sedangkan orang yang mubadziri adalah kawan
syaitan dan kaum syaitan sangat ingkar kepada Allah SWT. Secara umum, Islam
memerintahkan untuk berbuat ekonomis, melarang untuk hidup berlebih-lebihan
(boros) karena Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.
Setelah mengkaji beberapa perbedaan antara zakat dan pajak
maka dapat dimengerti bahwa zakat tidak dapat digantikan oleh pajak. Walaupun,
sasaran zakat hampir dapat tercapai sepenuhnya oleh pengeluaran dari pajak.
Zakat berkaitan dengan ibadah yang diwarnai dengan kemurnian niat karena Allah.
Ini adalah tali penghubung seorang hamba dengan Khaliqnya yang tidak bisa
digantikan dengan mekanisme lain apapun. Zakat adalah mekanisme unik yang
islami, sejak dari niat menyerahkan, mengumpulkan dan mendistribusikannya. Maka
apapun yang diambil negara dalam konteks bukan zakat tidak bisa diniatkan
seorang Muslim sebagai zakat hartanya. Demikian pula setiap pribadi Muslim
wajib melaksanakannya walaupun dalam kondisi pemerintah tidak memerlukannya
atau tidak mewajibkannya lagi.
Harta yang dimiliki, pada hakikatnya adalah milik Allah SWT.
Allah lah yang kemudian melimpahkan zakat, selain diwajibkan atas harta yang
dapat terlihat, dan bisa diketahui serta dihitung oleh selain pemilik harta,
juga wajib ditunaikan atas harta tersembunyi. Artinya yang tak dapat diketahui
dan terhitung, kecuali pemiliknya. Karena itu mungkin saja bagi orang-orang
yang lemah imannya akan menyembunyikan atau menutupi sebagian harta yang mereka
miliki, hingga tidak terhitung zakatnya. Namun, bagi seorang muslim yang
bertakwa, yang keimanannya mengakar dalam jiwa, akan menyadari betapa Allah
SWT, Yang Maha Mengetahui penghkhianatan mata dan Yang Maha Mengetahui apa yang
tersembunyi di dalam hati, akan tetap berlaku benar.
BAB
IV
PENUTUP
A. Simpulan
Mengenai Kedudukan Pajak dalam islam, sampai saat ini masih
banyak yang berbeda tanggapan di indonesia, tidak terkecuali dari kalangan
ulama bahwa pajak dalam islam itu haram hukumnya, dan ada juga yang mengatakan
bahwa pajak dalam islam itu halal atau sah-sah saja asalkan tujuan dan fungsi
dari pajak itu benar-benar difungsikan untuk hal yang baik dan menguntungkan
semua orang dengan tidak ada paksaan atau perampasan secara paksa. Didalam
Islam, Pajak dan zakat hampir sama tujuannya yaitu meningkatkan kesejahteraan
melalui dana yang dikutip dari masyarakat, namun keduanya tentu memiliki
perbedaan. Sedangkan pajak dalam non islam atau kapitalis dipungut dari warga
untuk membangun negara dan juga warga itu sendiri.
Pajak dan zakat merupakan dua istilah yang berbeda dari segi
sumber atau dasar pemungutannya, namun sama dalam hal sifatnya sebagai upaya mengambil
atau memungut kekayaan dari masyarakat untuk kepentingan sosial, zakat untuk
kepentingan yang diatur agama atau Allah SWT sedangkan Pajak digunakan untuk
kepentingan yang diatur Negara melalui proses demokrasi yang sah. Istilah pajak
lahir dari konsep negara, sedangkan zakat lahir dari konsep Islam. Perbedaan
penerapan kedua pungutan ini menjadi permasalahan ketika dalam hal tertentu
terdapat persamaan, yaitu keduanya mempunyai kedudukan sama-sama wajib
ditunaikan oleh masyarakat.
B. Saran
Pajak dan zakat hampir sama tujuannya yaitu meningkatkan
kesejahteraan melalui dana yang diambil dari masyarakat. Seharusnya untuk pajak
itu benar-benar diterapkan demi kepentingan masyarakat, pembangunan negara
kearah yang lebih baik, bukan untuk kepentingan pribadi. Dan untuk Zakat,
seharusnya diberikan kepada orang – orang yang berhak menerima zakat atau orang
– orang yang kurang mampu (mustahiq).
My College Note'S Blog (All About Accounting): Sistem Zakat Dan Pajak Dalam Ekonomi Islam >>>>> Download Now
BalasHapus>>>>> Download Full
My College Note'S Blog (All About Accounting): Sistem Zakat Dan Pajak Dalam Ekonomi Islam >>>>> Download LINK
>>>>> Download Now
My College Note'S Blog (All About Accounting): Sistem Zakat Dan Pajak Dalam Ekonomi Islam >>>>> Download Full
>>>>> Download LINK