Sabtu, 04 Oktober 2014

Menigkatnya Pengangguran di Indonesia

  Pengertian Pengangguran
Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang masuk dalam angkatan kerja (15 sampai 64 tahun) yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya.
Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya. Orang yang tidak sedang mencari kerja contohnya seperti ibu rumah tangga, siswa sekolan smp, sma, mahasiswa perguruan tinggi, dan lain sebagainya yang karena sesuatu hal tidak/belum membutuhkan pekerjaan. Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan.
Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang.

Jenis dan Macam Pengangguran
                                      I.     Berdasarkan Jam Kerja
Berdasarkan jam kerja, pengangguran dikelompokkan menjadi 3 macam:
·      Pengangguran Terselubung (Disguised Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu.
·      Setengah Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu.
·      Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.

                                   II.     Berdasarkan penyebab terjadinya
Berdasarkan penyebab terjadinya, pengangguran dikelompokkan menjadi 9 macam:
·      Pengangguran friksional (frictional unemployment)
Pengangguran friksional adalah pengangguran karena pekerja menunggu pekerjaan yang lebih baik.
·      Pengangguran Struktural (Structural unemployment)
Pengangguran yang disebabkan oleh penganggur yang mencari lapangan pekerjaan tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja.
·      Pengangguran Teknologi (Technology unemployment)
Pengangguran yang disebabkan perkembangan/pergantian teknologi. Perubahan ini dapat menyebabkan pekerja harus diganti untuk bisa menggunakan teknologi yang diterapkan.
·      Pengangguran Siknikal
Pengangguran yang disebabkan kemunduran ekonomi yang menyebabkan perusahaan tidak mampu menampung semua pekerja yang ada. Contoh penyebabnya, karena adanya perusahaan lain sejenis yang beroperasi atau daya beli produk oleh masyarakat menurun.
·      Pengangguran Musiman
Pengangguran akibat siklus ekonomi yang berfluktuasi karena pergantian musim. Umumnya pada bidang pertanian , perikanan. Contoh lainnya, para petani.

·      Setengah Menganggur
Pengangguran dimana pekerja yang hanya bekerja dibawah jam normal (sekitar 7-8 jam per hari)
·      Pengangguran Keahlian/Pengangguran Tidak Kentara
Pengangguran Keahlian adalah disebabkan karena tidak adanya lapangan kerja yang sesuai dengan bidang keahlian. Pengangguran tidak kentara adalah punya aktifitas berdasarkan keahliannya tetapi tidak menerima uang. Contoh untuk point ini adalah anak sekolah (siswa) atau mahasiswa. Mereka adalah ahli pencari ilmu, tetapi mereka tidak menghasilkan uang dan justru harus mengeluarkan uang atau biaya, misalnya harus membeli paket buku LKS atau membayar biaya kursus yang diselenggarakan oleh sekolahnya sendiri. Contoh lainnya adalah (misalnya) seorang pelatih pencak silat yang tidak meminta gaji dari organisasinya. Pengangguran tidak kentara ini, juga bisa disebut sebagai Pengangguran Terselubung.
·      Pengangguran Total
Pengangguran Total adalah benar-benar tidak mendapat pekerjaan, karena tidak adanya lapangan kerja atau tidak adanya peluang untuk menciptakan lapangan kerja.
·      Pengangguran Unik
Pengangguran jenis ini adalah pekerja yang menerima gaji secara rutin tanpa pemotongan, tetapi ditempat kerjanya hanya sering diisi dengan bercerita sesama pekerja karena minimnya pekerjaan yang harus dikerjakan. Hal ini disebabkan karena tempat kerjanya kelebihan tenaga. Perkecualian, semisal pegawai atau petugas Pemadam Kebakaran atau Penanggulangan Bencana Alam. Pegawai atau petugas semisal ini tenaganya harus disimpan dan dipersiapkan secara khusus jika ada pelatihan atau simulasi atau harus diterjunkan pada situasi sebenarnya.

  Penyebab Terjadinya Pengangguran
Ada tiga faktor mendasar yang menjadi penyebab masih tingginya tingkat pengangguran di Indonesia, Ketiga faktor tersebut adalah:
1.    ketidaksesuaian antara hasil yang dicapai antara pendidikan dengan lapangan kerja.
2.    Ketidak seimbangan demand (permintaan) dan supply (penawaran)
3.    kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dihasilkan masih rendah
Umumnya perusahaan atau penyedia lapangan kerja membutuhkan tenaga yang siap pakai,artinya sesuai dengan pendidikan dan ketrampilannya, namun dalam kenyataan tidak banyak tenaga kerja yang siap pakai tersebut. Justru yang banyak adalah tenaga kerja yang tidak sesuai dengan job yang disediakan,
Penyebab lain adalah kualitas SDM itu sendiri yang tidak sesuai dengan yang diharapkan di lapangan, antara lain dikarenakan penciptaan SDM oleh perguruan tinggi yang belum memadai, atau belum mencapai standar yang ditetapkan.
SDM yang tidak memadai ini bisa disebabkan kurikulum perguruan tinggi yang tidak sesuai dengan yang dibutuhkan industri, dan juga anggaran yang disediakan pemerintah untuk sektor pendidikan yang masih rendah sehingga yang dihasilkan pun tidak mencapai ‘buah’ yang maksimal.
Tingkat pengangguran yang tinggi dapat membawa berbagai dampak pada proses pembangunan ekonomi. Agar tidak terus berlanjut, pemerintah harus mengatasi masalah pengangguran, karena masalah pengangguran adalah masalah yang sangat vital dan sensitif bagi kestabilan ekonomi dan keamanan suatu negara. Pengangguran dapat membawa dampak yang sangat berbahaya jika tidak segera diatasi/ditangani.  Pengangguran berdampak dalam bidang ekonomi, sosial, maupun secara individual pada pelaku penganggur itu sendiri. Diantara dampak pengangguran tersebut antara lain:
1.    Penurunan permintaan agregat.
2.    Penurunan penawaran agregat.
3.    Penurunan tingkat upah.
4.    Penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat.
5.    Penurunan tingkat investasi.
6.    Penurunan penerimaan pajak.
7.    Munculnya sektor informal.
8.    Menimbulkan masalah sosial.
9.    Penurunan potensi dan produktivitas individu.

    Dampak  Pengangguran Terhadap Perekonomian di Indonesia
Dampak dari meningkatnya pengangguran di Indonesia yaitu:
·      Pengangguran bisa menyebabkan masyarakat tidak dapat memaksimalkan tingkat kemakmuran yang dicapainya karena pengangguran ini bisa menyebabkan pendapatan nasional riil (nyata) yang dicapai masyarakat akan lebih rendah daripada pendapatan potensial.
·      Pengangguran bisa menyebabkan pendapatan nasional dari sektor pajak berkurang.
·      Pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi.  

 Cara untuk Mengatasi Pengangguran
Adanya bermacam-macam pengangguran membutuh-kan cara-cara mengatasinya yang disesuaikan dengan jenis pengangguran yang terjadi, yaitu sebagai berikut.
Cara Mengatasi Pengangguran Struktural
Untuk mengatasi pengangguran jenis ini, cara yang digunakan adalah :
·      Peningkatan mobilitas modal dan tenaga kerja.
·      Segera memindahkan kelebihan tenaga kerja dari tempat dan sector yang kelebihan ke tempat dan sektor ekonomi yang kekurangan.
·      Mengadakan pelatihan tenaga kerja untuk mengisi formasi kesempatan (lowongan) kerja yang kosong, dan
·      Segera mendirikan industri padat karya di wilayah yang mengalami pengangguran.
Cara Mengatasi Pengangguran Friksional
Untuk mengatasi pengangguran secara umum antara lain dapat digunakan cara-cara sebagai berikut:
·      Perluasan kesempatan kerja dengan cara mendirikan industri-industri baru, terutama yang bersifat padat karya.
·      Deregulasi dan debirokratisasi di berbagai bidang industri untuk merangsang timbulnya investasi baru.
·      Menggalakkan pengembangan sektor informal, seperti home industry.
·      Menggalakkan program transmigrasi untuk menyerap tenaga kerja di sektor agraris dan sektor formal lainnya.
·      Pembukaan proyek-proyek umum oleh pemerintah, seperti pembangunan jembatan, jalan raya, PLTU, PLTA, dan lain-lain sehingga bisa menyerap tenaga kerja secara langsung maupun untuk merangsang investasi baru dari kalangan swasta.
Cara Mengatasi Pengangguran Musiman
Jenis pengangguran ini bisa diatasi dengan cara sebagai berikut:
·      Pemberian informasi yang cepat jika ada lowongan kerja di sektor lain, dan
·      Melakukan pelatihan di bidang keterampilan lain untuk memanfaatkan waktu ketika menunggu musim tertentu.
Cara Mengatasi Pengangguran Siklis
Untuk mengatasi pengangguran jenis ini antara lain dapat digunakan cara-cara sebagai berikut:
·      Mengarahkan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa, dan
·      Meningkatkan daya beli masyarakat.

Perkembangan perekonomian tidak selalu diikuti dengan penurunan jumlah pengangguran. Hal ini terbukti dari jumlah pengangguran di Indonesia cenderung meningkat dari tahun sebelumnya. Inilah yang mendorong Pemerintah Indonesia terus berupaya mencari jalan untuk mengurangi jumlah pengangguran, salah satunya dengan menciptakan lapangan pekerjaan. Hasilnya, jumlah pengangguran yang selama ini mengalami peningkatan, beberapa tahun belakang sudah ada penurunan. Menurut data Badan Pusat Statistik, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia pada Agustus 2012 mencapai 6,14 persen, mengalami penurunan dibandingkan TPT Februari 2012 sebesar 6,56 persen.
Sebelumnya, BPS mencatat, Jumlah penganggur, pada Februari 2010 mengalami penurunan sekitar 370 ribu orang jika dibandingkan dengan keadaan Agustus 2009 lalu, atau turun sekitar 670 ribu orang jika dibandingkan Februari tahun 2010. Turunnya angka pengangguran, serta meningkatnya jumlah tenaga kerja tersebut telah meningkatkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 0,23 persen selama periode satu tahun. Jumlah angkatan tenaga kerja pada semester pertama tahun 2011, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), menunjukkan peningkatan yang cenderung baik.
Peningkatan jumlah kelompok penduduk yang bekerja tersebut mampu menekan jumlah pengangguran hingga turun 7,87 persen. Pemerintah Indonesia dapat memprediksi dan mencapai tingkat pengangguran melalui pertumbuhan ekonomi. Jika pemerintah mengasumsikan pertumbuhan ekonomi yang akan dicapai pada satu tahun tertentu sebesar satu persen, maka dapat diprediksi akan berpengaruh pada menurunnya tingkat pengangguran sebesar 0,064703 persen. Jika pemerintah menargetkan menurunkan tingkat pengangguran sebesar 1 persen, maka pemerintah harus mencapai pertumbuhan ekonomi sekitar 15,5 persen.
Langkah awal untuk mengurangi pengangguran adalah pemerintah perlu meningkatkan perhatian terhadap pendidikan masyarakat. Tingkat pendidikan pengangguran yang didominasi tamatan SMU ke bawah mengindikasikan sulitnya penyerapan angkatan kerja. Tindakan yang dapat dilakukan misalnya perbaikan layanan pendidikan, khususnya pendidikan formal, dan menurangi angka siswa putus sekolah. Selain itu juga, penciptaan lapangan pekerjaan sebagai salah satu prioritas dalam membangun perekonomian adalah tepat dan pemerintah harus konsisten dalam pelaksanaannya atau pencapaian prioritas tersebut.
Salah satu langkah adalah dengan pengelolaan kekayaan daerah yang pastinya harus melibatkan masyarakat setempat. Selama ini banyak masyarakat di suatu daerah yang kaya akan kekayaan daerahnya namun masyarakatnya lebih memilih bekerja di luar negeri, hal itu terjadi karena kurangnya kerpercayaan dan tidak menjanjikan dari segi penghasilan. Oleh karena itu, berilah kepercayaan dan pengetahuan kepada masyarakat bahwa mereka tidak hanya bekerja sebagai buruh atau seseorang dengan gaji yang tidak menjanjikan.
Selama ini para petinggi dari yang mengelola kekayaan negara sudah ditempati para ekspatriat, alhasil pekerja pribumi pun tidak ada kesempatan untuk menapak karir yang lebih tinggi yang pastinya akan berpengaruh pada penghasilan mereka. Jika masyarakat sudah diberikan pengetahuan dalam bidang yang kekayaan daerahnya yang akan diolah, maka tidak hanya pengangguran akan berkurang juga mereka pun tidak akan susah-susah menjadi tenaga kerja di luar negeri, dan yang pasti mereka dapat berkarir dan berkarya di daerahnya dengan gaji yang menjanjikan.
Mengurangi jumlah pengangguran dan berdampak pada perekonomian, tidak hanya itu, cara lain adalah dengan kewirausahaan yang memiliki peranan penting dalam segala dimensi kehidupan. Sumbangan kewirausahaan terhadap pembangunan ekonomi suatu negara tidaklah disangsikan lagi. Suatu negara agar dapat berkembang dan dapat membangun secara ideal, harus memiliki wirausahawan sebesar 2% dari jumlah penduduk. Kehadiran dan peranan wirausaha akan memberikan pengaruh terhadap kemajuan perekonomian dan perbaikan pada keadaan ekonomi. Karena wirausaha dapat menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kualitas hidup masyarakat, meningkatkan pemerataan pendapatan, memanfaatkan dan memobilisasi sumberdaya untuk meningkatkan produktivitas nasional,sektor informal merupakan alternatif yang dapat membantu menyerap pengangguran.
Wirausaha dapat menjadi alternatif dalam usaha pengentasan kemiskinan dan pengangguran. Pemerintah diharapkan dapat mendukung kemajuan kewirausahaan dengan cara memberikan bantuan modal sehingga wirausahawan dapat mendirikan usaha tanpa halangan mengenai biaya modal. Pencari lapangan kerja yang semula hanya berminat pada sektor formal juga diharapkan merubah pandangannya dan beralih pada sektor informal yaitu wirausaha.
Jenis Dan Macam-Macam Pengangguran
Pengangguran sering diartikan sebagai angkatan kerja yang belum bekerja atau tidak bekerja secara optimal. Berdasarkan pengertian diatas, maka pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu :
1)   Pengangguran Terselubung (Disguissed Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu.
2)   Setengah Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu.
A.       Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal. Macam-macam pengangguran berdasarkan penyebab terjadinya dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu :
a.     Pengangguran konjungtural (Cycle Unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya) kehidupan perekonomian/siklus ekonomi.
b.    Pengangguran struktural (Struktural Unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang. Pengangguran struktuiral bisa diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, seperti :
– Akibat permintaan berkurang
– Akibat kemajuan dan pengguanaan teknologi
– Akibat kebijakan pemerintah
c.     Pengangguran friksional (Frictional Unemployment) adalah pengangguran yang muncul akibat adanya ketidaksesuaian antara pemberi kerja dan pencari kerja. Pengangguran ini sering disebut pengangguran sukarela.
d.    Pengangguran musiman adalah pengangguran yang muncul akibat pergantian musim misalnya pergantian musim tanam ke musim panen.
e.     Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin.
f.     Pengangguran siklus adalah pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan perekonomian (karena terjadi resesi). Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan masyarakat (aggrerat demand).



Pajak Penghasilan Pasal 21

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Sistem perpajakan di Indonesia menganut sistem self assesment. Dengan sistem tersebut Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung sendiri besarnya pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak. Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) terutang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan.
Pajak Penghasilan Pasal 21 atau biasa disebut dengan PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri. Saat ini PPh pasal 21 harus menjadi perhatian bagi wajib pajak yang dikenakan PPh pasal 21.
Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang digunakan untuk membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti kepentingan rakyat, pendidikan, kesejahteraan rakyat, kemakmuran rakyat dan sebagainya. Sehingga pajak merupakan salah satu alat untuk mencapai suatu Negara.
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh pemerintah merupakan sumber terpenting dari penerimaan Negara. lagi pula penerimaan Negara dari pajak dapat dijadikan indikator atas peran serta masyarakat (sebagai subjek pajak) dalam kontribusinya melakukan kewajiban perpajakan, karena pembayaran pajak yang dilakukan akan dikembalikan lagi kepada masyarakat dalam bentuk tidak langsung, berupa pengeluaran rutin dan pembangunan yang berguna bagi rakyat.

1.2    Rumusan Masalah
1.         Apa yang dimaksud dengan pajak penghasilan pasal 21 dan/ 26?
2.         Apa kebijakan dari pajak penghasilan pasal 21?
3.         Apa subjek dari PPh pasal 21 dan /pasal 26?
4.         Apa saja objek yang termasuk di dalam PPh 21 dan /pasal 26?
5.         Bagaimana tarif pemotongan PPh pasal 21 dan / pasal 26?

1.3    Tujuan
1.         Mengetahui definisi dari pajak penghasilan pasal 21 / 26
2.         Mengetahui kebijakan dari pajak penghasilan pasal 21
3.         Mengetahui subjek yang termasuk di dalam PPh 21 dan PPh 26
4.         Mengetahui objek yang termasuk di dalam PPh 21 dan PPh 26
5.         Mengetahui tarif pemotongan PPh pasal 21 dan PPh pasal 26



                                                                      BAB II
PEMBAHASAN

2.1     Pengertian Pajak Penghasilan pasal 21
Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Adapun pengertian dari Pajak Penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah “ pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak”. Yang dimaksud penghasilan menurut pasal 4 ayat (1) Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2008 :
 Pajak Penghasilan, adalah “ setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun”. Sedangkan yang dimaksud dengan
Pajak Penghasilan pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi.
PPh Pasal 26 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia. Pemotong PPh Pasal 26 adalah:
1.    badan pemerintah,
2.    subjek pajak dalam negeri,
3.    penyelenggara kegiatan,
4.    bentuk usaha tetap, atau
5.    perwakilan perusahaan luar negeri lainnya


2.2    Kebijakan Pajak Penghasilan pasal 21
Dasar hukum Pajak Penghasilan PPh pasal 21 dan atau PPh pasal 26 yaitu :
1.    Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 28 Tahun 2007.
2.    Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.
3.    Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 541/KMK.04/2000 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak.
4.    Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-254/PMK.03/2008 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan.
5.    Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21/26.
6.    Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Kena Pajak.
7.    Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

2.3     Subjek PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26
Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau
PPh Pasal 26 adalah orang pribadi yang merupakan:
a.  pegawai;
b.  penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;
c.  bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa, meliputi:
1.         tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
2.         pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
3.         olahragawan;
4.         penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
5.         pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6.         pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasi elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
7.         agen iklan;
8.         pengawas atau pengelola proyek;
9.         pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
10.     petugas penjaja barang dagangan;
11.     petugas dinas luar asuransi;
12.     distributor perusahaan multilevel.

2.4     Objek PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26
Penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah :
1.      Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur.
2.      Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.
3.      Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja penghasilan sehubungan dengan pensiun yangditerima secara sekali berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua dan lainnya.
4.      Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa uaah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan.
5.      Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan.
6.      Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dan dalam bentuk apapun
7.      Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh :
a.     Bukan wajib pajak
b.    Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat
c.    Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan berdasarkan penghitungan khusus.
8.      penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama;
9.      penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai; atau
10.  penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

2.5     Tarif pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26
Tarif yang dipakai adalah tarif Pasal 17 ayat (1) Undang undang Pajak Penghasilan, yaitu :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000,-
5%
Diatas Rp. 50.000.000,-  s.d Rp.250.000.000,-
15%
Diatas Rp.250.000.000,- s.d Rp.500.000.000,-
25%
Diatas Rp. 500.000.000,-
30%





Dasar Pengenaan Pajak

Tarif pajak dikenakan terhadap Dasar Pengenaan Pajak sebagai berikut:
Yang Dipotong
Dasar Pengenaan Pajak
Pegawai Tetap
Penghasilan kena pajak =Jumlah seluruh penghasilan bruto setelah dikurangi dengan
a.    Biaya jabatan, sebesar 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp.500.000,- sebulan atau Rp.6000.000,- setahun;
b.    Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah di sahkan oleh MenKeu atau badan penyelenggara tunjangan hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh MenKeu.
Dikurangi PTKP

Penerima Pensiun Berkala
Penghasilan kena pajak = seluruh jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun, sebesar 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp.200.000,- sebulan atau Rp.2.400.000,- setahun
Dikurangi PTKP.
Pegawai tiak tetap yang
penghasilannya dibayar
secara bulanan atau jumlah
kumulatif penghasilan
yang diterima dalam 1 bulan
kalender telah melebihi     
Rp.2.025.000
Penghasilan Kena Pajak
= Penghasilan bruto
Dikurangi PTKP
Pegawai tidak tetap yang
menerima upah harian,
upah mingguan, upah satuan
atau upah borongan,
sepanjang penghasilan kumulatif
yang diterima dalam
1 bulan kalender belum
melebihi Rp 2.025.000
Penghasilan Kena Pajak
= Penghasilan bruto
dikurangi Rp 200.000
Pegawai tidak tetap
yang menerima upah
harian, upah mingguan,
upah satuan atau upah
borongan, sepanjang
penghasilan kumulatif yang
diterima dalam 1 bulan
kalender telah melebihi Rp
2.025.000 belum melebihi
Rp 7.000.000
Penghasilan Kena Pajak
= Penghasilan bruto
dikurangi PTKP sebenarnya
(PTKP yang sebenarnya
adalah adalah sebesar PTKP
untuk jumlah hari kerja yang
sebenarnya.)




Pegawai tidak tetap
yang menerima upah
harian, upah mingguan,
upah satuan atau upah
borongan, sepanjang
penghasilan kumulatif yang
diterima dalam 1 bulan
kalender telah melebihi Rp
7.000.000
Penghasilan Kena Pajak
= Penghasilan bruto
dikurangi PTKP
Bukan pegawai yang
menerima imbalan yang
bersifat berkesinambungan. Bukan pegawai yang
menerima imbalan
yang tidak bersifat
berkesinambungan
Penghasilan Kena Pajak
= 50% dari jumlah
penghasilan bruto
Dikurangi PTKP perbulan. 50% dari jumlah penghasilan
Bruto
Selain di atas
Jumlah penghasilan bruto

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
PTKP ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak
Uraian
PTKP Setahun
Untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi
Rp 24.300.000,00
Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
Rp 2.025.000,00
Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
Rp 24.300.000,00
Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat; yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling
banyak 3 orang untuk setiap keluarga
Rp 2.025.000,00


Tanggungan, yaitu:
1.    Yang dimaksud dengan “anggota keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya” adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak.
2.    Anak angkat termasuk penambah nilai PTKP. Pengertian anak angkat dalam perundang-undangan pajak adalah seseorang yang belum dewasa, bukan anggota keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus dan menjadi tanggungan sepenuhnya dari wajib pajak yang bersangkutan.
3.    Contoh Hubungan keluarga sedarah dan semenda :
a.    Sedarah lurus : Ayah, ibu, anak kandung
b.    Sedarah ke samping : Saudara kandung
c.    Semenda lurus : Mertua, anak tiri
d.   Semenda ke samping : Saudara Ipar
          (selain yang di atas tidak dapat dimasukkan ke dalam tanggungan)

Status Wajib Pajak, terdiri dari:
* TK/0 = Rp. 24.300.000,-
* K/0 = Rp. 26.325.000,-
* K/1 = Rp. 28.350.000,-
* K/2 = Rp. 30.375.000,-
* K/3 = Rp. 32.400.000,-


PTKP Karyawati, adalah:
1.    Karyawati kawin: sebesar PTKP untuk dirinya sendiri;
2.    Karyawati tidak kawin: sebesar PTKP untuk dirinya sendiri + PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
3.      Karyawati kawin yang mempunyai surat keterangan tertulis dari Pemerintah Daerah setempat serendah rendahnya kecamatan yang menyatakan suaminya tidak menerima/ memperoleh penghasilan: besanya PTKP adalah PTKP untuk dirinya sendiri + PTKP status kawin + PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.



       BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada subjek pajak atas penghasilan yang diperolehnya pada tahun pajak, dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak bila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir tahun pajak.
Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri.
Penghasilan Tidak Kena Pajak, disingkat PTKP adalah pengurangan terhadap penghasilan bruto orang pribadi atau perseorangan sebagai wajib pajak dalam negeri dalam menghitung penghasilan kena pajak yang menjadi objek pajak penghasilan yang harus dibayar wajib pajak di Indonesia.
Dasar Hukum Pajak Penghasilan PPh pasal 21 di Indonesia yang terbaru adalah :
1.    Peraturan Menteri Keuangan PMK-162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
2.    Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa Dan Kegiatan Orang Pribadi

3.2  Saran
Dengan naiknya PTKP seharusnya kita sebagai wajib pajak bisa bernafas lega karena ada tambahan penghasilan yang bebas dari pajak, walaupun dari sisi penerimaan negara akan sedikit mengalami penurunan. Yang penting tetap berkontribusi dengan membayar pajak tepat jumlah dan tepat waktu.



DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo.2013.Perpajakan edisi revisi.Yogyakarta : Andi Yogyakarta.