Sabtu, 04 Oktober 2014

Pajak Penghasilan Pasal 21

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Sistem perpajakan di Indonesia menganut sistem self assesment. Dengan sistem tersebut Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung sendiri besarnya pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak. Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) terutang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan.
Pajak Penghasilan Pasal 21 atau biasa disebut dengan PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri. Saat ini PPh pasal 21 harus menjadi perhatian bagi wajib pajak yang dikenakan PPh pasal 21.
Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang digunakan untuk membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti kepentingan rakyat, pendidikan, kesejahteraan rakyat, kemakmuran rakyat dan sebagainya. Sehingga pajak merupakan salah satu alat untuk mencapai suatu Negara.
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh pemerintah merupakan sumber terpenting dari penerimaan Negara. lagi pula penerimaan Negara dari pajak dapat dijadikan indikator atas peran serta masyarakat (sebagai subjek pajak) dalam kontribusinya melakukan kewajiban perpajakan, karena pembayaran pajak yang dilakukan akan dikembalikan lagi kepada masyarakat dalam bentuk tidak langsung, berupa pengeluaran rutin dan pembangunan yang berguna bagi rakyat.

1.2    Rumusan Masalah
1.         Apa yang dimaksud dengan pajak penghasilan pasal 21 dan/ 26?
2.         Apa kebijakan dari pajak penghasilan pasal 21?
3.         Apa subjek dari PPh pasal 21 dan /pasal 26?
4.         Apa saja objek yang termasuk di dalam PPh 21 dan /pasal 26?
5.         Bagaimana tarif pemotongan PPh pasal 21 dan / pasal 26?

1.3    Tujuan
1.         Mengetahui definisi dari pajak penghasilan pasal 21 / 26
2.         Mengetahui kebijakan dari pajak penghasilan pasal 21
3.         Mengetahui subjek yang termasuk di dalam PPh 21 dan PPh 26
4.         Mengetahui objek yang termasuk di dalam PPh 21 dan PPh 26
5.         Mengetahui tarif pemotongan PPh pasal 21 dan PPh pasal 26



                                                                      BAB II
PEMBAHASAN

2.1     Pengertian Pajak Penghasilan pasal 21
Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Adapun pengertian dari Pajak Penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah “ pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak”. Yang dimaksud penghasilan menurut pasal 4 ayat (1) Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2008 :
 Pajak Penghasilan, adalah “ setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun”. Sedangkan yang dimaksud dengan
Pajak Penghasilan pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi.
PPh Pasal 26 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia. Pemotong PPh Pasal 26 adalah:
1.    badan pemerintah,
2.    subjek pajak dalam negeri,
3.    penyelenggara kegiatan,
4.    bentuk usaha tetap, atau
5.    perwakilan perusahaan luar negeri lainnya


2.2    Kebijakan Pajak Penghasilan pasal 21
Dasar hukum Pajak Penghasilan PPh pasal 21 dan atau PPh pasal 26 yaitu :
1.    Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 28 Tahun 2007.
2.    Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.
3.    Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 541/KMK.04/2000 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak.
4.    Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-254/PMK.03/2008 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan.
5.    Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21/26.
6.    Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Kena Pajak.
7.    Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

2.3     Subjek PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26
Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau
PPh Pasal 26 adalah orang pribadi yang merupakan:
a.  pegawai;
b.  penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;
c.  bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa, meliputi:
1.         tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
2.         pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
3.         olahragawan;
4.         penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
5.         pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6.         pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasi elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
7.         agen iklan;
8.         pengawas atau pengelola proyek;
9.         pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
10.     petugas penjaja barang dagangan;
11.     petugas dinas luar asuransi;
12.     distributor perusahaan multilevel.

2.4     Objek PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26
Penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah :
1.      Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur.
2.      Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.
3.      Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja penghasilan sehubungan dengan pensiun yangditerima secara sekali berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua dan lainnya.
4.      Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa uaah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan.
5.      Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan.
6.      Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dan dalam bentuk apapun
7.      Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh :
a.     Bukan wajib pajak
b.    Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat
c.    Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan berdasarkan penghitungan khusus.
8.      penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama;
9.      penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai; atau
10.  penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

2.5     Tarif pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26
Tarif yang dipakai adalah tarif Pasal 17 ayat (1) Undang undang Pajak Penghasilan, yaitu :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000,-
5%
Diatas Rp. 50.000.000,-  s.d Rp.250.000.000,-
15%
Diatas Rp.250.000.000,- s.d Rp.500.000.000,-
25%
Diatas Rp. 500.000.000,-
30%





Dasar Pengenaan Pajak

Tarif pajak dikenakan terhadap Dasar Pengenaan Pajak sebagai berikut:
Yang Dipotong
Dasar Pengenaan Pajak
Pegawai Tetap
Penghasilan kena pajak =Jumlah seluruh penghasilan bruto setelah dikurangi dengan
a.    Biaya jabatan, sebesar 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp.500.000,- sebulan atau Rp.6000.000,- setahun;
b.    Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah di sahkan oleh MenKeu atau badan penyelenggara tunjangan hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh MenKeu.
Dikurangi PTKP

Penerima Pensiun Berkala
Penghasilan kena pajak = seluruh jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun, sebesar 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp.200.000,- sebulan atau Rp.2.400.000,- setahun
Dikurangi PTKP.
Pegawai tiak tetap yang
penghasilannya dibayar
secara bulanan atau jumlah
kumulatif penghasilan
yang diterima dalam 1 bulan
kalender telah melebihi     
Rp.2.025.000
Penghasilan Kena Pajak
= Penghasilan bruto
Dikurangi PTKP
Pegawai tidak tetap yang
menerima upah harian,
upah mingguan, upah satuan
atau upah borongan,
sepanjang penghasilan kumulatif
yang diterima dalam
1 bulan kalender belum
melebihi Rp 2.025.000
Penghasilan Kena Pajak
= Penghasilan bruto
dikurangi Rp 200.000
Pegawai tidak tetap
yang menerima upah
harian, upah mingguan,
upah satuan atau upah
borongan, sepanjang
penghasilan kumulatif yang
diterima dalam 1 bulan
kalender telah melebihi Rp
2.025.000 belum melebihi
Rp 7.000.000
Penghasilan Kena Pajak
= Penghasilan bruto
dikurangi PTKP sebenarnya
(PTKP yang sebenarnya
adalah adalah sebesar PTKP
untuk jumlah hari kerja yang
sebenarnya.)




Pegawai tidak tetap
yang menerima upah
harian, upah mingguan,
upah satuan atau upah
borongan, sepanjang
penghasilan kumulatif yang
diterima dalam 1 bulan
kalender telah melebihi Rp
7.000.000
Penghasilan Kena Pajak
= Penghasilan bruto
dikurangi PTKP
Bukan pegawai yang
menerima imbalan yang
bersifat berkesinambungan. Bukan pegawai yang
menerima imbalan
yang tidak bersifat
berkesinambungan
Penghasilan Kena Pajak
= 50% dari jumlah
penghasilan bruto
Dikurangi PTKP perbulan. 50% dari jumlah penghasilan
Bruto
Selain di atas
Jumlah penghasilan bruto

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
PTKP ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak
Uraian
PTKP Setahun
Untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi
Rp 24.300.000,00
Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
Rp 2.025.000,00
Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
Rp 24.300.000,00
Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat; yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling
banyak 3 orang untuk setiap keluarga
Rp 2.025.000,00


Tanggungan, yaitu:
1.    Yang dimaksud dengan “anggota keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya” adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak.
2.    Anak angkat termasuk penambah nilai PTKP. Pengertian anak angkat dalam perundang-undangan pajak adalah seseorang yang belum dewasa, bukan anggota keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus dan menjadi tanggungan sepenuhnya dari wajib pajak yang bersangkutan.
3.    Contoh Hubungan keluarga sedarah dan semenda :
a.    Sedarah lurus : Ayah, ibu, anak kandung
b.    Sedarah ke samping : Saudara kandung
c.    Semenda lurus : Mertua, anak tiri
d.   Semenda ke samping : Saudara Ipar
          (selain yang di atas tidak dapat dimasukkan ke dalam tanggungan)

Status Wajib Pajak, terdiri dari:
* TK/0 = Rp. 24.300.000,-
* K/0 = Rp. 26.325.000,-
* K/1 = Rp. 28.350.000,-
* K/2 = Rp. 30.375.000,-
* K/3 = Rp. 32.400.000,-


PTKP Karyawati, adalah:
1.    Karyawati kawin: sebesar PTKP untuk dirinya sendiri;
2.    Karyawati tidak kawin: sebesar PTKP untuk dirinya sendiri + PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
3.      Karyawati kawin yang mempunyai surat keterangan tertulis dari Pemerintah Daerah setempat serendah rendahnya kecamatan yang menyatakan suaminya tidak menerima/ memperoleh penghasilan: besanya PTKP adalah PTKP untuk dirinya sendiri + PTKP status kawin + PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.



       BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada subjek pajak atas penghasilan yang diperolehnya pada tahun pajak, dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak bila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir tahun pajak.
Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri.
Penghasilan Tidak Kena Pajak, disingkat PTKP adalah pengurangan terhadap penghasilan bruto orang pribadi atau perseorangan sebagai wajib pajak dalam negeri dalam menghitung penghasilan kena pajak yang menjadi objek pajak penghasilan yang harus dibayar wajib pajak di Indonesia.
Dasar Hukum Pajak Penghasilan PPh pasal 21 di Indonesia yang terbaru adalah :
1.    Peraturan Menteri Keuangan PMK-162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
2.    Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa Dan Kegiatan Orang Pribadi

3.2  Saran
Dengan naiknya PTKP seharusnya kita sebagai wajib pajak bisa bernafas lega karena ada tambahan penghasilan yang bebas dari pajak, walaupun dari sisi penerimaan negara akan sedikit mengalami penurunan. Yang penting tetap berkontribusi dengan membayar pajak tepat jumlah dan tepat waktu.



DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo.2013.Perpajakan edisi revisi.Yogyakarta : Andi Yogyakarta.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar