Selasa, 29 Agustus 2017

Proposal Metode Penelitian



I.                   JUDUL PENELITIAN  : “Analisis Pemahaman Sistem Self Assessment dan Kualitas Pelayanan Pajak Guna Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak.”

II.                LATAR BELAKANG PENELITIAN

              Negara membutuhkan dana pembangunan yang besar untuk membiayai segala keperluannya. Pengeluaran utama negara adalah pengeluaran rutin seperti biaya pegawai, subsidi, utang, bunga, dan cicilannya yang dipenuhi dari penerimaan dalam negeri yang berupa penerimaan sektor migas (minyak dan gas) dan non migas (pajak dan non pajak). Dalam membiayai pengeluaran rutin dan pelaksanaan pembangunan tersebut, salah satu yang dibutuhkan adalah peran aktif dari para warga untuk ikut memberikan iuran kepada negara dalam bentuk pajak. Sebagai salah satu bentuk dari penerimaan negara, pajak memiliki peran yang sangat besar dan semakin diandalkan untuk kepentingan pembangunan dan pengeluaran pemerintah.
              Penerimaan pajak tentu tak lepas dari kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya melalui pembayaran dan pelaporan pajak. Apabila tingkat kepatuhan dan kesadaran wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sangat rendah, maka akan berdampak pada penerimaan negara yang sedikit. Oleh sebab itu, diperlukan adanya peningkatan kepatuhan wajib pajak akan pentingnya membayar pajak sebagai sumber pendapatan negara.
              Sebagai upaya peningkatan sistem pengelolaan dan pelayanan perpajakan yang lebih prima serta peningkatan kepatuhan wajib pajak akan pembayaran pajak, dilakukanlah upaya Modernisasi dan Reformasi Perpajakan (Esther Yahannah,2012). Reformasi Perpajakan Indonesia dimulai sejak tahun 1983 dengan diterbitkannya Undang-Undang No.6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dimana dilakukan perubahan atas sistem pemungutan pajak dari sistem official assessment menjadi sistem self assessment.
              Menurut Mardiasmo (2011:7) Sistem Self Assessment adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Berarti wajib pajak yang bertanggung jawab terhadap perhitungan, penyetoran, dan pelaporan seluruh pajak yang menjadi kewajibannya. Dalam sistem self assessment menuntut adanya peran aktif dari masyarakat dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. Tingkat kepatuhan yang tinggi dari wajib pajak merupakan faktor terpenting dari pelaksanaan sistem tersebut. Menurut hasil penelitian Chusnul Chotimah, 2007, dalam Sri Rustiyaningsih, 2011, mengemukakan bahwa tingkat pemahaman sistem Self Assesment yang tinggi dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak sehingga meningkatkan pula penerimaan pajak.
              Selain dengan pemahaman sistem self assessment yang tinggi, kualitas pelayanan juga dapat meningkatkan kepatuhan wajib dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. Peningkatan kualitas pelayanan yang baik diharapkan dapat meningkatkan kepuasan wajib pajak sebagai pelanggan sehingga dapat meningkatkan kepatuhan dalam bidang perpajakan.
            Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk         melakukan penelitian yang berjudul : “Analisis Pemahaman Sistem Self Assessment dan Kualitas Pelayanan Pajak Guna Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak.”
    
III.       PERUMUSAN MASALAH
·         Apakah dengan pemahaman self assesment yang tinggi dan kualitas pelayanan pajak yang baik dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak?
·         Bagaimana cara meningkatkan pemahaman mengenai sistem self assessment kepada wajib pajak?
·         Apa saja bentuk kualitas pelayanan pajak yang baik yang diberikan oleh fiskus kepada wajib pajak?


IV.       TUJUAN PENELITIAN
·         Untuk mengetahui apakah dengan pemahaman self assesment yang tinggi dan kualitas pelayanan pajak dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
·         Untuk mengetahui cara-cara meningkatkan pemahaman kepada wajib pajak mengenai penerapan sistem self assessment .
·         Untuk mengetahui bentuk dari kualitas pelayanan pajak yang diberikan oleh fiskus kepada wajib pajak.

V.                TINJAUAN TEORITIS
A.    Pengertian Perpajakan
            Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Perpajakan tahun 2010, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

            Definisi atau pengertian Pajak menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro,S.H. (dalam Mardiasmo,2011)  adalah Iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

            Dari kedua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur (Mardiasmo,2011) :
1.      Iuran dari rakyat kepada negara
Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).
2.      Berdasarkan Undang-Undang
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
3.      Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaaran pajak tidak dapat ditunjukkan ada kontraprestasi individual oleh pemerintah.
4.      Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

B.     Fungsi Pajak
              Menurut Abud,2007 dalam Esther Yohannah,2012 ada dua fungsi pajak, yaitu:

1.      Fungsi Penganggaran (Budgetair)
Yaitu fungsi yang letaknya di sektor publik yang merupakan suatu alat (suatu sumber) untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya kedalam kas negara yang pada waktunya yang dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, terutama pengeluaran-pengeluaran rutin. Apabila masih ada sisa (surplus), maka surplus dapat digunakan untuk membiayai investasi pemerintah.
2.      Fungsi Mengatur (Regulerend)
Pajak digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya diluar bidang keuangan, fungsi ini banyak ditunjukkan untuk pihak-pihak swasta.

C.    Sistem Pemungutan Pajak
            Menurut Mardiasmo (2011:7), sistem pemungutan pajak  terdiri dari:
a.       Official Assessment System adalah sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
b.      Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
c.       With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga  (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang.

Sejak perubahan ketentuan, Peraturan Undang-Undang Perpajakan pada tahun 1983 yang merupakan awal dimulainya Reformasi Perpajakan Indonesia menggantikan peraturan perpajakan yang dibuat oleh kolonial Belanda. Dan pada saat itu Indonesia telah mengganti sistem pemungutan pajaknya pula dari sistem official assessment menjadi sistem self assessment yang masih diterapkan sampai dengan sekarang. Dalam sistem ini terdapat pemberian kepercayaan sepenuhnya kepada wajib pajak untuk melakukan self assessment dan memberikan konsekuensi yang berat bagi wajib pajak, artinya jika Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban-kewajiban perpajakan yang dipikul kepadanya, sanksi yang dijatuhkan akan lebih berat. Oleh karena itu sistem self assessment mewajibkan wajib pajak untuk lebih mendalami peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku agar Wajib Pajak dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik.
          Sistem ini juga dapat memberikan biaya tambahan (dalam arti luas) bagi Wajib Pajak karena Wajib Pajak akan mengorbankan lebih banyak waktu dan usaha serta biaya untuk membayar jasa konsultan pajak. Selain itu self assessment menunjukkan proporsi yang lebih kecil dari yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga sesuai dengan kenyataan yang ada, jumlah pajak yang dianggarkan akan menurun pula. Di lain pihak, sistem ini mempunyai beberapa keunggulan yaitu dapat meningkatkan produktifitas dan murah. Pemerintah tidak lagi dibebankan kewajiban administrasi menghitung jumlah pajak terutang Wajib Pajak dan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak untuk memberitahukan (sekaligus memerintahkan pembayaran) jumlah tersebut kepada Wajib Pajak, sehingga waktu, tenaga dan biaya sehubungan dengan hal tersebut dapat dihemat atau dialihkan untuk melakukan aktivitas pemerintahan lainnya. Selain itu sistem self assessment akan mendorong Wajib Pajak untuk memahami dengan baik atas sistem perpajakan yang berlaku terhadapnya.

D.    Wajib Pajak
     Wajib Pajak menurut pasal 1 ayat (2)  Undang-Undang no 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 16 tahun 2009, merupakan orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang memliki hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan.

Menurut Mardiasmo, 2011, Wajib Pajak dapat dibedakan menjadi :
1.    Wajib Pajak Dalam Negeri yang terdiri dari:
a.    Wajib Pajak Orang Pribadi, yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
b.    Wajib Pajak Badan, yaitu badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
c.    Wajib Pajak Warisan, yaitu warisan yang belum dibagi satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

2.    Wajib  Pajak Luar Negeri yang terdiri dari:
a.    Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia , yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
b.    Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia , yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.

E.     Kewajiban dan Hak Wajib Pajak
              Setiap wajib pajak harus mematuhi Undang-Undang Perpajakan yang ada. Agar kepatuhan perpajakannya dapat terpenuhi, wajib pajak pertama-tama harus memahami kewajiban dan hak perpajakannya. Menurut Mardiasmo (2011:56) Kewajiban dan hak wajib pajak sebagai berikut.
Kewajiban wajib pajak:
1.      Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP.
2.      Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.
3.      Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar.
4.      Mengisi dengan benar SPT (SPT diambil sendiri) dan memasukkan ke Kantor Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan.
5.      Menyelenggarakan pembukuan/pencatatan
6.      Apabila dalam waktu mengungkapan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta, wajib pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk  merahasiakan ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.

Hak-hak Wajib Pajak
1.      Mengajukan surat keberatan dan surat banding.
2.      Menerima tanda bukti pemasukan SPT.
3.      Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan.
4.      Mengajukan permohonan penundaan penyampain SPT.
5.      Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak.
6.      Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam surat ketetapan pajak.
7.      Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
8.      Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta pembetulan surat ketetapan pajak yang salah.
9.      Memberi kuasa kepada orang lain untuk melaksanakan kewajiban pajaknya.
10.  Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak.
11.  Mengajukan keberatan dan banding.



F.     Kualitas Pelayanan        
          Pelayanan (Boediono,2003 dalam Ni Luh,2006) adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu. Defini kualitas adalah suatu kondisi yang dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pihak yang diinginkan. Pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan serta harus dilakukan terus menerus.
          Untuk menciptakan suatu kualitas, pelayanan harus diproses secara terus menerus, yaitu dimulai dari apa yang dilakukan, menjelaskan bagaimana mengerjakannya, memperlihatkan bagaimana cara mengerjakannya, diakhiri dengan menyediakan pembimbingan, dan mengoreksi, sementara mereka mengerjakan. Hakikat pelayanan umum yang berkualitas (Boediono,2003 dalam Ni Luh,2006) adalah sebagai berikut:
1.      Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi intansi pemerintah di bidang pelayanan umum.
2.      Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan lebih berdaya guna dan berhasil guna.
3.      Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa dan peran pemerintah dalam pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan.

                Rangkaian kegiatan tepadu yang dapat meningkatkan kualitas pelayanan adalah sebagai berikut:
a.       Pelayanan umum yang sederhana
Pelayanan umum berkualitas apabila pelaksanaannya tidak menyulitkan, prosedurnya tidak banyak seluk-beluknya, persyaratan mudah dipenuhi pelanggan dan tidak mencari kesempatan dalam kesempitan.
b.      Pelayanan umum yang terbuka
Aparatur yang bertugas melayani pelanggan harus memberikan penjelasan sejujur-jujurnya, apa adanya dalam peraturan atau norma, jangan menakut-nakuti, jangan merasa berjasa dalam memberikan pelayanan agar tidak timbul keinginan mengharapkan imbalan dari pelanggan. Standar pelayanan harus diumumkan, ditempel pada pintu utama kantor.
c.       Pelayanan umum yang lancar
Untuk menjadi lancar diperlukan sarana yang menunjang kecepatan dalam menghasilkan output.
d.      Pelayanan umum yang dapat menyajikan secara tepat
Yang dimaksud tepat di sini adalah tepat arah, tepat sasaran, tepat waktu, tepat jawaban, dan tepat dalam memenuhi janji. Misalnya kantor pelayanan pajak dalam melakukan penagihan pajak tepat pada waktu wajib pajak mempunyai uang.
e.       Pelayanan umum yang lengkap
Lengkap berarti tersedia apa yang diperlukan oleh pelanggan. Untuk dapat menjamin pelayanan berkualitas harus didukung sumber daya manusia dan sarana yang tersedia.
f.       Pelayanan umum yang wajar
Pelayanan umum yang wajar berarti tidak ditambah-tambah menjadi pelayanan yang bergaya mewah, tidak dibuat-buat, pelayanan biasa seperlunya sehingga tidak memberatkan pelanggan.
g.      Pelayanan umum yang terjangkau
Dalam memberikan pelayanan, uang retribusi dari pelayanan yang diberikan harus dapat dijangkau oleh pelanggan.

                        Pelayanan yang berkualitas harus dapat memberikan 4K, yaitu keamanan, kenyamanan, kelancaran, dan kepastian hukum. Kualitas pelayanan dapat diukur dengan kemampuan memberikan pelayanan yang memuaskan, dapat memberikan pelayanan dengan tanggapan, kemampuan, kesopanan, dan sikap dapat dipercaya yang dimiliki oleh aparat pajak. Di samping itu, juga kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, memahami kebutuhan wajib pajak, tersedianya fasilitas fisik termasuk sarana komunikasi yang memadai, dan pegawai yang cakap dalam tugasnya. (Ni Luh, 2006).

G.    Kepatuhan Pajak
                        Menurut Ismawan, 2001 dalam Niluh, 2006 mengemukakan prinsip administrasi pajak yang diterima secara luas menyatakan bahwa tujuan yang ingin dicapai adalah kepatuhan sukarela. Kepatuhan sukarela merupakan tulang punggung sistem self assessment di mana wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban pajaknya dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajak tersebut.
                        Kepatuhan perpajakan yang dikemukakan oleh Norman D. Nowak sebagai ”suatu iklim” kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan tercermin dalam situasi (Devano, 2006:110) sebagai berikut.
a. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan.
b. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas.
c. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar.
d. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.

Kepatuhan sebagai fondasi self assessment dapat dicapai apabila elemen-elemen kunci telah diterapkan secara efektif. Elemen- elemen kunci (Ismawan, 2001 dalam Ni Luh, 2006) tersebut adalah sebagai berikut.
a. Program pelayanan yang baik kepada wajib pajak.
b. Prosedur yang sederhana dan memudahkan wajib pajak.
c. Program pemantauan kepatuhan dan verifikasi yang efektif.
d. Pemantapan law enforcement secara tegas dan adil.

                        Ada dua macam kepatuhan, yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan material. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan di mana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang- undang perpajakan. Kepatuhan material adalah suatu keadaan di mana wajib pajak memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai dengan isi dan jiwa undang- undang perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal.

            Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000, wajib pajak dimasukkan dalam kategori wajib pajak patuh apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Tepat waktu dalam menyampaikan surat pemberitahuan untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir.
b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
c. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu sepuluh tahun terakhir.
d. Dalam dua tahun pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 UU KUP dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk tiap-tiap jenis pajak yang terutang paling banyak 5%.
e. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. Laporan auditnya harus disusun dalam bentuk panjang (long form report) yang menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal. Dalam hal wajib pajak yang laporan keuangannya tidak diadit oleh akuntan publik dipersyaratkan untuk memenuhi ketentuan pada huruf a, b, c, dan d di atas.


VI.             KERANGKA PEMIKIRAN


Pemahaman sistem Self Assessment
 
Kualitas Pelayanan Pajak
 
                                   














Kepatuhan wajib pajak
 



 






               Gambar 6.1

                      Dari kerangka pemikiran tersebut dijelaskan bahwa penerimaan             pajak suatu  negara tidak lepas dari kepatuhan wajib pajak itu sendiri. Apabila tingkat kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sangat rendah, maka akan berdampak pada penerimaan negara yang sedikit. Upaya untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak bisa dari pemahaman wajib pajak terhadap sistem self assessment. Sistem self assessment memberikan kepercayaan penuh wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang. Apabila tingkat pemahaman wajib pajak mengenai sistem self assessment tinggi, maka wajib pajak akan patuh dan sadar terhadap kewajiban perpajakannya, dan begitupun sebaliknya. Selain itu, upaya untuk peningkatan kepatuhan wajib pajak dengan kualitas pelayanan yang diberikan pegawai pajak atau fiskus terhadap wajib pajak. Apabila kualitas pelayanan yang diberikan oleh pegawai pajak itu baik, maka wajib pajak pun akan semakin patuh untuk membayar pajaknya.

VII.          METODE PENELITIAN
          Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif-analitif yaitu menganalisis seberapa jauh pemahaman wajib pajak mengenai sistem self assesment yang sudah diterapkan di Indonesia dan juga kualitas pelayanan yang diberikan oleh seorang pegawai pajak kepada wajib pajak dalam upaya meningkatkan kepatuhan pajak.


VIII.       TEKNIK ANALISIS DATA
          Dalam menganalisis data, penulis menggunakan analisis deskriptif yaitu menjelaskan dan memaparkan mengenai pemahaman wajib pajak terhadap sistem self assessment dan kualitas pelayanan dalam meningkatkan kepatuhan pajak.

IX.             SUMBER DATA
          Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya tanpa melalui perantara.

X.         METODE PENGUMPULAN DATA

a.       Observasi
Observasi merupakan pengumpulan data dengan cara pengamatan langsung pada objek yang sedang diteliti atau kegiatan yang sedang berlangsung.

b.      Interview
Pengumpulan data yang dilakukan dengan melakukan wawancara yang terkait dengan objek penelitian.

XI.             DAFTAR PUSTAKA

            Mardiasmo.2011.Perpajakan Edisi Revisi tahun 2011.Yogyakarta:ANDI                             Yogyakarta
Sugiyono.2011.Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan                                                 R&D.Bandung:Alfabeta Bandung
Ni Luh Supadmi.2006.Meningkatkan kepatuhan wajib pajak melalui                                    kualitas pelayanan, Fakultas Ekonomi Universitas Udayana, Bali.
Sri Rustiyaningsih.2011.Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan                                 wajib pajak,  Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Widya                                                 Mandala, Madiun.
            lib.ui.ac.id/file?file=digital/20290132-S-Esther%20Yahannah.pdf