I.
JUDUL
PENELITIAN :
“Analisis Pemahaman Sistem Self Assessment
dan Kualitas Pelayanan Pajak Guna Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak.”
II.
LATAR
BELAKANG PENELITIAN
Negara membutuhkan dana
pembangunan yang besar untuk membiayai segala keperluannya. Pengeluaran utama
negara adalah pengeluaran rutin seperti biaya pegawai, subsidi, utang, bunga,
dan cicilannya yang dipenuhi dari penerimaan dalam negeri yang berupa penerimaan
sektor migas (minyak dan gas) dan non migas (pajak dan non pajak). Dalam
membiayai pengeluaran rutin dan pelaksanaan pembangunan tersebut, salah satu
yang dibutuhkan adalah peran aktif dari para warga untuk ikut memberikan iuran
kepada negara dalam bentuk pajak. Sebagai salah satu bentuk dari penerimaan
negara, pajak memiliki peran yang sangat besar dan semakin diandalkan untuk
kepentingan pembangunan dan pengeluaran pemerintah.
Penerimaan pajak tentu tak lepas
dari kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya melalui
pembayaran dan pelaporan pajak. Apabila tingkat kepatuhan dan kesadaran wajib
pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sangat rendah, maka akan berdampak
pada penerimaan negara yang sedikit. Oleh sebab itu, diperlukan adanya
peningkatan kepatuhan wajib pajak akan pentingnya membayar pajak sebagai sumber
pendapatan negara.
Sebagai upaya peningkatan sistem
pengelolaan dan pelayanan perpajakan yang lebih prima serta peningkatan
kepatuhan wajib pajak akan pembayaran pajak, dilakukanlah upaya Modernisasi dan
Reformasi Perpajakan (Esther Yahannah,2012). Reformasi Perpajakan Indonesia
dimulai sejak tahun 1983 dengan diterbitkannya Undang-Undang No.6 tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dimana dilakukan perubahan
atas sistem pemungutan pajak dari sistem official
assessment menjadi sistem self
assessment.
Menurut Mardiasmo (2011:7) Sistem Self Assessment adalah suatu sistem
pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan
sendiri besarnya pajak yang terutang. Berarti wajib pajak yang bertanggung
jawab terhadap perhitungan, penyetoran, dan pelaporan seluruh pajak yang
menjadi kewajibannya. Dalam sistem self
assessment menuntut adanya peran aktif dari masyarakat dalam pemenuhan
kewajiban perpajakannya. Tingkat kepatuhan yang tinggi dari wajib pajak
merupakan faktor terpenting dari pelaksanaan sistem tersebut. Menurut hasil
penelitian Chusnul Chotimah, 2007, dalam Sri Rustiyaningsih, 2011, mengemukakan
bahwa tingkat pemahaman sistem Self
Assesment yang tinggi dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak sehingga
meningkatkan pula penerimaan pajak.
Selain dengan pemahaman sistem self assessment yang tinggi, kualitas
pelayanan juga dapat meningkatkan kepatuhan wajib dalam pemenuhan kewajiban
perpajakannya. Peningkatan kualitas pelayanan yang baik diharapkan dapat
meningkatkan kepuasan wajib pajak sebagai pelanggan sehingga dapat meningkatkan
kepatuhan dalam bidang perpajakan.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul : “Analisis Pemahaman Sistem Self Assessment dan Kualitas Pelayanan
Pajak Guna Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak.”
III. PERUMUSAN
MASALAH
·
Apakah dengan pemahaman self assesment yang tinggi dan kualitas
pelayanan pajak yang baik dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak?
·
Bagaimana cara meningkatkan pemahaman
mengenai sistem self assessment kepada
wajib pajak?
·
Apa saja bentuk kualitas pelayanan pajak
yang baik yang diberikan oleh fiskus kepada wajib pajak?
IV. TUJUAN
PENELITIAN
·
Untuk mengetahui apakah dengan pemahaman
self assesment yang tinggi dan
kualitas pelayanan pajak dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
·
Untuk mengetahui cara-cara meningkatkan
pemahaman kepada wajib pajak mengenai penerapan sistem self assessment .
·
Untuk mengetahui bentuk dari kualitas
pelayanan pajak yang diberikan oleh fiskus kepada wajib pajak.
V.
TINJAUAN
TEORITIS
A. Pengertian Perpajakan
Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang
Perpajakan tahun 2010, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Definisi atau pengertian Pajak
menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro,S.H. (dalam Mardiasmo,2011) adalah Iuran rakyat kepada kas negara
berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapatkan jasa
timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan
untuk membayar pengeluaran umum.
Dari kedua definisi tersebut, dapat
disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur (Mardiasmo,2011) :
1.
Iuran dari rakyat kepada negara
Yang berhak
memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).
2.
Berdasarkan Undang-Undang
Pajak dipungut
berdasarkan atau dengan kekuatan Undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
3.
Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi
dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaaran pajak tidak
dapat ditunjukkan ada kontraprestasi individual oleh pemerintah.
4.
Digunakan untuk membiayai rumah tangga
negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
B. Fungsi Pajak
Menurut
Abud,2007 dalam Esther Yohannah,2012 ada dua fungsi pajak, yaitu:
1.
Fungsi Penganggaran (Budgetair)
Yaitu fungsi
yang letaknya di sektor publik yang merupakan suatu alat (suatu sumber) untuk
memasukkan uang sebanyak-banyaknya kedalam kas negara yang pada waktunya yang dapat
digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, terutama pengeluaran-pengeluaran
rutin. Apabila masih ada sisa (surplus),
maka surplus dapat digunakan untuk
membiayai investasi pemerintah.
2.
Fungsi Mengatur (Regulerend)
Pajak digunakan
sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya diluar bidang
keuangan, fungsi ini banyak ditunjukkan untuk pihak-pihak swasta.
C. Sistem Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2011:7), sistem
pemungutan pajak terdiri dari:
a.
Official
Assessment System adalah sistem pemungutan yang memberi
wewenang kepada pemerintah (fiskus)
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
b.
Self
Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak
yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya
pajak yang terutang.
c.
With
Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak
yang memberi wewenang kepada pihak ketiga
(bukan fiskus dan bukan wajib
pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang.
Sejak
perubahan ketentuan, Peraturan Undang-Undang Perpajakan pada tahun 1983 yang
merupakan awal dimulainya Reformasi Perpajakan Indonesia menggantikan peraturan
perpajakan yang dibuat oleh kolonial Belanda. Dan pada saat itu Indonesia telah
mengganti sistem pemungutan pajaknya pula dari sistem official assessment menjadi sistem self assessment yang masih diterapkan sampai dengan sekarang. Dalam
sistem ini terdapat pemberian kepercayaan sepenuhnya kepada wajib pajak untuk
melakukan self assessment dan memberikan
konsekuensi yang berat bagi wajib pajak, artinya jika Wajib Pajak tidak
memenuhi kewajiban-kewajiban perpajakan yang dipikul kepadanya, sanksi yang
dijatuhkan akan lebih berat. Oleh karena itu sistem self assessment mewajibkan wajib pajak untuk lebih mendalami
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku agar Wajib Pajak dapat
melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik.
Sistem ini juga dapat memberikan biaya
tambahan (dalam arti luas) bagi Wajib Pajak karena Wajib Pajak akan
mengorbankan lebih banyak waktu dan usaha serta biaya untuk membayar jasa
konsultan pajak. Selain itu self
assessment menunjukkan proporsi yang lebih kecil dari yang telah ditetapkan
sebelumnya, sehingga sesuai dengan kenyataan yang ada, jumlah pajak yang
dianggarkan akan menurun pula. Di lain pihak, sistem ini mempunyai beberapa
keunggulan yaitu dapat meningkatkan produktifitas dan murah. Pemerintah tidak
lagi dibebankan kewajiban administrasi menghitung jumlah pajak terutang Wajib
Pajak dan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak untuk memberitahukan (sekaligus
memerintahkan pembayaran) jumlah tersebut kepada Wajib Pajak, sehingga waktu,
tenaga dan biaya sehubungan dengan hal tersebut dapat dihemat atau dialihkan
untuk melakukan aktivitas pemerintahan lainnya. Selain itu sistem self assessment akan mendorong Wajib
Pajak untuk memahami dengan baik atas sistem perpajakan yang berlaku
terhadapnya.
D.
Wajib Pajak
Wajib Pajak menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang no 6 tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tatacara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang nomor 16 tahun 2009, merupakan orang pribadi atau badan, meliputi
pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang memliki hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan.
Menurut
Mardiasmo, 2011, Wajib Pajak dapat dibedakan menjadi :
1. Wajib
Pajak Dalam Negeri yang terdiri dari:
a. Wajib
Pajak Orang Pribadi, yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di
Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
b. Wajib
Pajak Badan, yaitu badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
c. Wajib
Pajak Warisan, yaitu warisan yang belum dibagi satu kesatuan, menggantikan yang
berhak.
2. Wajib Pajak Luar Negeri yang terdiri dari:
a. Orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia , yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
b. Orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia , yang dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
E.
Kewajiban
dan Hak Wajib Pajak
Setiap wajib pajak harus mematuhi
Undang-Undang Perpajakan yang ada. Agar kepatuhan perpajakannya dapat
terpenuhi, wajib pajak pertama-tama harus memahami kewajiban dan hak perpajakannya.
Menurut Mardiasmo (2011:56) Kewajiban dan hak wajib pajak sebagai berikut.
Kewajiban
wajib pajak:
1. Mendaftarkan
diri untuk mendapatkan NPWP.
2. Melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.
3. Menghitung
dan membayar sendiri pajak dengan benar.
4. Mengisi
dengan benar SPT (SPT diambil sendiri) dan memasukkan ke Kantor Pelayanan Pajak
dalam batas waktu yang telah ditentukan.
5. Menyelenggarakan
pembukuan/pencatatan
6. Apabila
dalam waktu mengungkapan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan
yang diminta, wajib pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka
kewajiban untuk merahasiakan ditiadakan
oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.
Hak-hak
Wajib Pajak
1. Mengajukan
surat keberatan dan surat banding.
2. Menerima
tanda bukti pemasukan SPT.
3. Melakukan
pembetulan SPT yang telah dimasukkan.
4. Mengajukan
permohonan penundaan penyampain SPT.
5. Mengajukan
permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak.
6. Mengajukan
permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam surat ketetapan pajak.
7. Meminta
pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
8. Mengajukan
permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta pembetulan surat ketetapan
pajak yang salah.
9. Memberi
kuasa kepada orang lain untuk melaksanakan kewajiban pajaknya.
10. Meminta
bukti pemotongan atau pemungutan pajak.
11. Mengajukan
keberatan dan banding.
F.
Kualitas
Pelayanan
Pelayanan (Boediono,2003 dalam Ni Luh,2006)
adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu. Defini
kualitas adalah suatu kondisi yang dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa
manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pihak yang
diinginkan. Pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan yang dapat memberikan
kepuasan kepada pelanggan dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang
dapat dipertanggungjawabkan serta harus dilakukan terus menerus.
Untuk menciptakan suatu kualitas,
pelayanan harus diproses secara terus menerus, yaitu dimulai dari apa yang
dilakukan, menjelaskan bagaimana mengerjakannya, memperlihatkan bagaimana cara
mengerjakannya, diakhiri dengan menyediakan pembimbingan, dan mengoreksi,
sementara mereka mengerjakan. Hakikat pelayanan umum yang berkualitas
(Boediono,2003 dalam Ni Luh,2006) adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan
mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi intansi pemerintah di
bidang pelayanan umum.
2. Mendorong
upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan sehingga pelayanan umum
dapat diselenggarakan lebih berdaya guna dan berhasil guna.
3. Mendorong
tumbuhnya kreativitas, prakarsa dan peran pemerintah dalam pembangunan serta
meningkatkan kesejahteraan.
Rangkaian kegiatan tepadu yang
dapat meningkatkan kualitas pelayanan adalah sebagai berikut:
a. Pelayanan
umum yang sederhana
Pelayanan
umum berkualitas apabila pelaksanaannya tidak menyulitkan, prosedurnya tidak
banyak seluk-beluknya, persyaratan mudah dipenuhi pelanggan dan tidak mencari
kesempatan dalam kesempitan.
b. Pelayanan
umum yang terbuka
Aparatur
yang bertugas melayani pelanggan harus memberikan penjelasan sejujur-jujurnya,
apa adanya dalam peraturan atau norma, jangan menakut-nakuti, jangan merasa
berjasa dalam memberikan pelayanan agar tidak timbul keinginan mengharapkan
imbalan dari pelanggan. Standar pelayanan harus diumumkan, ditempel pada pintu
utama kantor.
c. Pelayanan
umum yang lancar
Untuk
menjadi lancar diperlukan sarana yang menunjang kecepatan dalam menghasilkan output.
d.
Pelayanan
umum yang dapat menyajikan secara tepat
Yang
dimaksud tepat di sini adalah tepat arah, tepat sasaran, tepat waktu, tepat
jawaban, dan tepat dalam memenuhi janji. Misalnya kantor pelayanan pajak dalam
melakukan penagihan pajak tepat pada waktu wajib pajak mempunyai uang.
e. Pelayanan
umum yang lengkap
Lengkap
berarti tersedia apa yang diperlukan oleh pelanggan. Untuk dapat menjamin
pelayanan berkualitas harus didukung sumber daya manusia dan sarana yang tersedia.
f. Pelayanan
umum yang wajar
Pelayanan
umum yang wajar berarti tidak ditambah-tambah menjadi pelayanan yang bergaya
mewah, tidak dibuat-buat, pelayanan biasa seperlunya sehingga tidak memberatkan
pelanggan.
g. Pelayanan
umum yang terjangkau
Dalam
memberikan pelayanan, uang retribusi dari pelayanan yang diberikan harus dapat
dijangkau oleh pelanggan.
Pelayanan yang berkualitas harus dapat
memberikan 4K, yaitu keamanan,
kenyamanan, kelancaran, dan kepastian hukum. Kualitas pelayanan dapat diukur dengan kemampuan memberikan pelayanan yang memuaskan,
dapat memberikan pelayanan
dengan tanggapan, kemampuan, kesopanan, dan sikap dapat dipercaya yang dimiliki oleh aparat pajak. Di samping itu,
juga kemudahan dalam melakukan
hubungan komunikasi yang baik, memahami
kebutuhan wajib pajak, tersedianya fasilitas fisik termasuk sarana komunikasi yang memadai, dan pegawai yang cakap
dalam tugasnya. (Ni Luh, 2006).
G.
Kepatuhan
Pajak
Menurut
Ismawan, 2001 dalam Niluh, 2006 mengemukakan prinsip
administrasi pajak yang diterima secara luas menyatakan bahwa tujuan yang ingin
dicapai adalah kepatuhan sukarela. Kepatuhan sukarela merupakan tulang punggung
sistem self assessment di
mana wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban pajaknya dan kemudian
secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajak tersebut.
Kepatuhan perpajakan yang dikemukakan oleh
Norman D. Nowak sebagai ”suatu iklim” kepatuhan dan kesadaran pemenuhan
kewajiban perpajakan tercermin dalam situasi (Devano, 2006:110) sebagai
berikut.
a. Wajib pajak paham
atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang- undangan
perpajakan.
b. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas.
c. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan
benar.
d. Membayar pajak yang
terutang tepat pada waktunya.
Kepatuhan
sebagai fondasi self assessment
dapat dicapai apabila elemen-elemen kunci telah diterapkan secara
efektif. Elemen- elemen kunci (Ismawan, 2001 dalam Ni Luh, 2006) tersebut
adalah sebagai berikut.
a. Program pelayanan yang baik kepada wajib pajak.
b. Prosedur yang sederhana dan memudahkan wajib
pajak.
c. Program pemantauan kepatuhan dan verifikasi yang
efektif.
d.
Pemantapan law enforcement secara
tegas dan adil.
Ada dua macam kepatuhan, yaitu kepatuhan formal
dan kepatuhan material. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan di mana wajib
pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-
undang perpajakan. Kepatuhan material adalah suatu keadaan di mana wajib pajak
memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai dengan isi dan jiwa
undang- undang perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan
formal.
Berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000, wajib pajak dimasukkan dalam kategori wajib
pajak patuh apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Tepat waktu dalam
menyampaikan surat pemberitahuan untuk semua jenis pajak dalam dua tahun
terakhir.
b. Tidak mempunyai
tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk
mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
c. Tidak pernah
dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam
jangka waktu sepuluh tahun terakhir.
d. Dalam dua tahun
pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
UU KUP dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi
pada pemeriksaan yang terakhir untuk tiap-tiap jenis pajak yang terutang paling
banyak 5%.
e. Wajib pajak yang
laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan
pendapat wajar tanpa pengecualian atau pendapat dengan pengecualian sepanjang
tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. Laporan auditnya harus disusun dalam
bentuk panjang (long form report) yang menyajikan
rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal. Dalam hal wajib pajak yang laporan
keuangannya tidak diadit oleh akuntan publik dipersyaratkan untuk memenuhi ketentuan
pada huruf a, b, c, dan d di atas.
VI.
KERANGKA
PEMIKIRAN
|
|
![]() |
|||||
![]() |
|||||
|
|||||
![]() |
Gambar 6.1
Dari kerangka pemikiran tersebut
dijelaskan bahwa penerimaan pajak
suatu negara tidak lepas dari kepatuhan wajib
pajak itu sendiri. Apabila tingkat kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya sangat rendah, maka akan berdampak pada penerimaan
negara yang sedikit. Upaya untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak bisa dari
pemahaman wajib pajak terhadap sistem self
assessment. Sistem self assessment
memberikan kepercayaan penuh wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan
melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang. Apabila tingkat pemahaman
wajib pajak mengenai sistem self
assessment tinggi, maka wajib pajak akan patuh dan sadar terhadap kewajiban
perpajakannya, dan begitupun sebaliknya. Selain itu, upaya untuk peningkatan
kepatuhan wajib pajak dengan kualitas pelayanan yang diberikan pegawai pajak
atau fiskus terhadap wajib pajak. Apabila kualitas pelayanan yang diberikan
oleh pegawai pajak itu baik, maka wajib pajak pun akan semakin patuh untuk
membayar pajaknya.
VII.
METODE
PENELITIAN
Metode
yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif-analitif yaitu
menganalisis seberapa jauh pemahaman wajib pajak mengenai sistem self assesment yang sudah diterapkan di
Indonesia dan juga kualitas pelayanan yang diberikan oleh seorang pegawai pajak
kepada wajib pajak dalam upaya meningkatkan kepatuhan pajak.
VIII. TEKNIK ANALISIS DATA
Dalam
menganalisis data, penulis menggunakan analisis deskriptif yaitu menjelaskan
dan memaparkan mengenai pemahaman wajib pajak terhadap sistem self assessment dan kualitas pelayanan
dalam meningkatkan kepatuhan pajak.
IX.
SUMBER
DATA
Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah data yang diperoleh
secara langsung dari sumbernya tanpa melalui perantara.
X.
METODE
PENGUMPULAN DATA
a.
Observasi
Observasi
merupakan pengumpulan data dengan cara pengamatan langsung pada objek yang
sedang diteliti atau kegiatan yang sedang berlangsung.
b.
Interview
Pengumpulan data
yang dilakukan dengan melakukan wawancara yang terkait dengan objek penelitian.
XI.
DAFTAR
PUSTAKA
Mardiasmo.2011.Perpajakan
Edisi Revisi tahun 2011.Yogyakarta:ANDI Yogyakarta
Sugiyono.2011.Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif Dan R&D.Bandung:Alfabeta Bandung
Ni Luh Supadmi.2006.Meningkatkan
kepatuhan wajib pajak melalui kualitas
pelayanan,
Fakultas Ekonomi Universitas Udayana, Bali.
Sri Rustiyaningsih.2011.Faktor-faktor
yang mempengaruhi kepatuhan wajib
pajak, Fakultas Ekonomi Universitas
Katolik Widya Mandala,
Madiun.
lib.ui.ac.id/file?file=digital/20290132-S-Esther%20Yahannah.pdf